KANDAHAR – Tiga ledakan bom bunuh diri yang dahsyat mengguncang Kota Kandahar, selatan Afghanistan, kemarin (6/6). Akibat ledakan di pasar kota terbesar kedua Afghanistan itu, sedikitnya 23 orang tewas dan sekitar 50 lainnya terluka. Taliban mengklaim bertanggung jawab atas insiden di dekat bandara kota sekaligus pangkalan pasukan NATO tersebut.
Secara tertulis, Jubir Taliban Afghanistan Qari Yusuf Ahmadi mengakui bahwa tiga ledakan itu adalah perbuatan kelompoknya. Konon, target serangan itu adalah pasukan NATO yang memakai Bandara Kandahar sebagai salah satu pangkalan utamanya di wilayah selatan. Jarak bandara sekaligus pangkalan NATO itu berkisar 16 kilometer dari Kandahar yang merupakan ibu kota Provinsi Kandahar.
’’Kandahar berdarah,’’ kata seorang tetua suku di kota berpenduduk 500 ribu jiwa itu dalam wawancara dengan BBC. Setelah tiga bom yang meledak dalam waktu hampir bersamaan itu, pasar tersebut banjir darah dan serpihan tubuh manusia. Mereka yang luput dari maut pun panik dan berteriak-teriak sambil berlari menyelamatkan diri.
Tiga ledakan itu menuai keprihatinan Presiden Hamid Karzai. Pemimpin 54 tahun itu mengutuk serangan yang menewaskan banyak warga sipil tersebut. ’’Ini bukti bahwa musuh semakin lemah karena kini mereka menarget warga tak berdosa,’’ terangnya.
Kemarin dia menyatakan duka citanya kepada keluarga dan kerabat para korban.
Jenderal Abdul Raziq, pimpinan Kepolisian Kandahar, mengatakan bahwa tiga bom itu meledak secara beruntun. ’’Serangan itu terjadi di tempat parkir pasar yang memang menjadi pangkalan truk logistik NATO. Saat itu, belasan truk parkir di sana,’’ paparnya. Karena itu, sebagian besar korban tewas adalah para sopir truk dan kernet mereka.
Raziq menegaskan bahwa seluruh korban tewas adalah warga sipil. ’’Tidak seorang korban pun yang berasal dari militer,’’ ujarnya.
Ahmad Jawed Faisal, jubir Pemprov Kandahar, langsung membenarkan pernyataan itu. Pemprov mengecam Taliban atas insiden maut tersebut. Kendati demikian, serangan itu tak akan menciutkan nyali pemerintah. ’’Serangan ini tak akan mengendurkan niat warga Kandahar membangun masa depan yang lebih baik di bawah pemerintahan yang sah,’’ tandas Faisal.
Selama dua tahun terakhir, Kandahar memang menjadi pusat aktivitas pasukan asing yang memburu Taliban. Di provinsi inilah Taliban kali pertama muncul dan masih bertahan sampai sekarang.
Kemarin tercatat sebagai hari berdarah di Afghanistan. Beberapa jam sebelumnya, 18 warga sipil –termasuk anak-anak dan perempuan-- tewas akibat serangan udara pesawat NATO atas sebuah rumah di Provinsi Logar, selatan Kabul.
Ironisnya, Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) yang ada di bawah koordinasi NATO mengklaim bahwa serangan udara mereka menewaskan ’’sejumlah pemberontak’’. Serangan itu dilancarkan setelah pasukan NATO menjadi target penembakan saat melakukan operasi dan menahan seorang pemimpin Taliban.
Tetapi, Wakil Kepala Polisi Logar Rais Khan Sadeq membantah. ’’Sebanyak 18 warga sipil, termasuk anak-anak dan perempuan, tewas dalam serangan udara NATO itu,’’ katanya. Selain itu, lanjut dia, tujuh militan Taliban juga tewas dalam serangan pada dini hari itu.
Koresponden Agence France-Presse pun menyaksikan sedikitnya 15 jenazah diangkut dengan lima kendaraan dan dibawa warga desa menuju Pol-i-Alam, ibu kota Logar. Tiga di antara jenazah itu adalah perempuan. Lalu, empat lainnya anak-anak, termasuk seorang bocah berusia setahun dan yang tertua berumur 10 tahun.
Beberapa waktu lalu, pasukan asing di bawah komando NATO melancarkan razia besar-besaran atas militan di selatan Afghanistan. Aksi itu memantik serangan balasan dari Taliban. Sayangnya, justru warga sipil yang menjadi korban dalam aksi NATO maupun serangan Taliban.
Menurut saksi mata, bom pertama meledak sekitar 5 kilometer dari gerbang utama fasilitas militer yang dikelola pasukan AS. Lokasi itu juga hanya berjarak 500 meter dari pangkalan militer Afghanistan. Bom dibawa dengan sepeda motor. ’’Pelaku meledakkan detonator dan ikut tewas,’’ kata Rahmatullah Atrafi, wakil kepala polisi Kandahar.
Begitu bom meledak, warga yang berada di lokasi kejadian panik. Sebagian dari mereka lantas berhamburan melarikan diri dan sebagian lainnya menolong para korban. Saat kerumunan massa mengelilingi para korban itulah, dua ledakan yang lain terjadi. Dua pelaku yang berjalan kaki meledakkan diri di tengah kerumunan massa dalam waktu hampir bersamaan. Korban tewas pun kembali berjatuhan.
Selama lima tahun terakhir, jumlah korban sipil dalam Perang Afghanistan meningkat tajam. Tahun lalu, jumlah korban tewas tercatat 3.021 jiwa. Pekan lalu, PBB melansir laporan bahwa jumlah korban sipil berkurang. Tepatnya, berkurang 21 persen selama periode Januari-April jika dibandingkan dengan kurun waktu yang sama tahun lalu. (AP/AFP/RTR/BBC/hep/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Eks Kepala Intelijen Kadhafi Disidang
Redaktur : Tim Redaksi