Ada yang mengatakan mungkin darah mereka yang sering digigit nyamuk lebih manis dibandingkan yang jarang digigit.

Anda mungkin pernah mengalami digigit nyamuk berkali-kali, padahal orang di dekat anda tidak digigit sama sekali.

BACA JUGA: Indonesia Sambut Keputusan Australia Batalkan Pengakuan Yerusalem Sebagai Ibu Kota Israel

Sekarang sekelompok peneliti di Amerika Serikat bisa menjelaskan mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Dalam laporan penelitian yang baru terbit hari ini (19/10), ilmuwan dari Rockefeller University mengatakan nyamuk akan mendekati mereka yang mengeluarkan bau tertentu di kulit yang disebabkan kombinasi asam yang diproduksi oleh tubuh kita.

BACA JUGA: Dunia Hari Ini: BTS Ikut Wamil, Australia Masih Banjir

Para peneliti ini fokus meneliti nyamuk Aedes aegypti, jenis nyamuk yang membawa virus yang bisa menyebabkan penyakit berat, seperti demam kuning, demam berdarah, dan Zika.

Penelitian itu menemukan, orang yang lebih banyak digigit nyamuk ternyata memproduksi lebih banyak 'asam karbosiklat' dibanding orang lain, dan itu disebabkan oleh faktor genetik.

BACA JUGA: Perempuan Indonesia Berusaha Mematahkan Stigma soal Menikah dengan Bule

"Kami melakukan pengujian ketertarikan nyamuk dengan bau kulit manusia dan menemukan adanya orang-orang yang sangat menarik atau tidak menarik untuk didekati oleh nyamuk," tulis penelitian tersebut.

"Analis kimia menunjukkan bahwa mereka yang lebih banyak didekati oleh nyamuk memproduksi lebih banyak asam karbosiklat di kulit mereka dibandingkan yang lain."

Para peneliti ini mengatakan kemungkinan faktor genetis memainkan peran mengenai komposisi asam di kulit kita sehingga mereka kemudian lebih mudah digigit nyamuk.

"Memahami mengapa sebagian orang lebih sering digigit dibandingkan yang lain memberikan pengetahuan baru mengenai bau kulit ternyata penting bagi nyamuk dan ini bisa menjadi masukan dalam membuat obat pencegah gigitan nyamuk yang lebih efektif," kata para peneliti.Banyak alasan mengenai gigitan nyamuk

Ini bukan pertama kalinya para ilmuwan mencoba menemukan jawaban mengapa sebagian orang lebih rentan digigit nyamuk sementara yang lainnya tidak.

Dr Cameron Webb, peneliti nyamuk di University of Sydney, mengatakan ada banyak alasan mengapa seseorang lebih banyak digigit nyamuk dibandingkan yang lain.

"Ini bisa disebabkan karena bawaan genetik kita, dan bagaimana berbagai cairan kimia yang muncul di kulit kita," katanya.

"Tetapi juga bisa disebabkan karena aktivitas kita, apakah kita sedang kedinginan atau kepanasan, berkeringat, sedang hamil, dan kadang juga karena pola makan.'

Dr Gordana Rasic peneliti mengenai nyamuk di QIMR Berghofer Medical Research Institute di Queensland mengatakan para ilmuwan baru-baru ini menemukan jawaban mengenai mengapa mereka yang terkena malaria terkena gigitan nyamuk lagi.

"Ini merupakan penemuan yang penting karena bila seseorang yang sudah mengidap malaria digigit nyamuk, maka nyamuk itu kemudian terkena malaria dan bisa kemudian menyebabkan malaria tersebut ke orang lain," katanya.

Dr Rasic mengatakan apa yang menyebabkan nyamuk berperilaku tertentu sangatlah "kompleks" untuk diketahui.

"Nyamuk memiliki otak yang kecil namun mereka bisa memproses sinyal dari ratusan reseptor yang berbeda," katanya.

"Menggigit manusia dilakukan oleh nyamuk betina, mereka harus menggigit manusia untuk mendapatkan darah guna mengembangkan telur dalam rangka reproduksi, dan itu memang insting dasar mereka.'

Dr Webb juga mengatakan bahwa para peneliti Amerika Serikat tersebut hanya memfokuskan diri pada satu jenis nyamuk saja, nyamuk yang menyebabkan demam kuning atau demam berdarah, sementara "ada ribuan jenis nyamuk di planet kita ini."

"Bahkan kalau pun kita bisa menyelesaikan masalah satu jenis nyamuk, ini tidak berarti bahwa hubungan dan ketertarikan nyamuk menggigit orang tersebut berlaku bagi semua jenis nyamuk," katanya.

Nyamuk yang menyebabkan demam berdarah menjadi salah satu masalah besar di Australia beberapa tahun setelah berakhirnya Perang Dunia kedua pada tahun 1945. Namun, sekarang wabah demam berdarah kadang hanya terjadi di kawasan utara dan tengah di negara bagian Queensland.Perubahan iklim akan meningkatkan gigitan nyamuk

Meski demam berdarah kini sudah tidak lagi menjadi masalah utama di Australia, Dr Webb mengatakan perubahan iklim mungkin akan meningkatkan banyak penyakit karena gigitan nyamuk di Australia.

Salah satu contohnya menurut Dr Webb adalah penyakit radang otak 'Japanese encephalitis'.

Sejak mencapai benua Australia bulan Maret lalu, virus ini sudah ditemukan pada manusia, babi dan nyamuk di negara bagian Australia Selatan, Victoria, New South Wales, Queensland dan Northern Territory.

Sudah ada 40 kasus pada manusia, termasuk enam orang meninggal.

"Salah satu alasan mengapa virus ini tidak saja sampai di Australia tetapi khususnya bisa menyebar begitu luas karena kita mengalami hujan hampir tanpa henti selama dua tahun di seluruh negeri," kata Dr Webb.

"La Niña mendatangkan banyak hujan dan ini memberikan habitat bagi nyamuk untuk berkembang, dan juga habitat bagi satwa liar yang bisa menjadi tempat cadangan bagi virus tersebut seperti burung."

Dr Webb mengatakan cuaca buruk seperti banjir dan badai topan juga membuat lingkungan di Australia menjadi tempat yang lebih produktif bagi berkembangnya nyamuk.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Warga Indonesia Berusaha Mematahkan Stigma Perkawinan Campur dengan Terbuka Membicarakannya

Berita Terkait