Kapan Orang Sultra Jadi Menteri?

Oleh: Molesara

Selasa, 31 Desember 2024 – 16:55 WIB
Ilustrasi - Salah satu pabrik PT Aneka Tambang Tbk di Pomalaa, Sultra. Foto: Supplied for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sulawesi Tenggara (Sultra), sebuah provinsi dengan kekayaan alam melimpah dan potensi sumber daya manusia yang tak kalah bersinar, seringkali dipandang sebagai salah satu pilar ekonomi Indonesia.

Namun, di balik kontribusi besarnya, ada sebuah pertanyaan yang hingga kini masih menjadi teka-teki: kapan Sultra akan memiliki wakil di kabinet pemerintahan sebagai seorang Menteri?

BACA JUGA: Memperkenalkan Kekayaan Alam dan Budaya Jawa, 17 Museum Berkolaborasi di Pameran Bersama Abhirama

Pertanyaan ini mencuat bukan tanpa alasan. Selama hampir delapan dekade Indonesia merdeka, tidak ada satu pun putra atau putri Sultra yang diberikan kepercayaan menduduki jabatan strategis tersebut.

Kontribusi Sultra: Layakkah Dilupakan?

BACA JUGA: Sambut Musim Tanam 2025, Pupuk Indonesia Pastikan Pupuk Bersubsidi Tersedia di Sultra

Sultra dikenal sebagai salah satu daerah yang menjadi pusat sumber daya alam strategis, terutama nikel, emas, dan komoditas tambang lainnya yang menjadi bagian penting dalam menopang ekonomi nasional.

Sebagai contoh, Sultra adalah salah satu penyumbang utama nikel dunia, yang menjadi bahan baku penting untuk pembuatan baterai kendaraan listrik. Potensi ini menjadikan Sultra sebagai daerah strategis yang secara tidak langsung mendukung berbagai kebijakan pemerintah pusat, khususnya dalam transisi energi hijau.

BACA JUGA: Azman Hilang di Sungai Buton Utara Sultra

Namun, meski kontribusi Sultra terhadap perekonomian nasional begitu besar, apresiasi dalam bentuk representasi politik di level tertinggi tampaknya belum sebanding. Seolah-olah, Sultra hanya dianggap sebagai daerah penghasil tanpa diberi ruang untuk ikut menentukan arah kebijakan yang berdampak langsung pada daerah ini.

Selain SDA, Sultra juga memiliki sumber daya manusia yang mumpuni. Banyak putra-putri daerah yang telah berkiprah di tingkat nasional maupun internasional, baik di bidang politik, akademik, maupun profesional.

Nama-nama seperti Ridwan Bae, La Ode Ida, La Ode Syarif, Ali Mazi, Hugua, Prof. La Ode Kamaludin, Syarifudin Udu, Amirul Tamim, Abdul Muslim, hingga mantan Gubernur Sultra Nur Alam pernah mencuat di level nasional, tetapi hingga kini, belum ada yang berhasil menembus lingkaran kabinet.

Jika Daerah Lain Bisa, Mengapa Sultra Tidak?

Ketimpangan ini menjadi semakin mencolok ketika kita membandingkan Sultra dengan provinsi lain, seperti Gorontalo, yang bahkan baru memisahkan diri dari Sulawesi Utara pada tahun 2000.

Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, Gorontalo telah berhasil mengirimkan beberapa nama ke kabinet, seperti Fadel Muhammad, Rahmat Gobel, hingga Zainudin Amali.

Hal ini menunjukkan bahwa ukuran wilayah, jumlah penduduk, atau usia provinsi bukanlah faktor utama dalam menentukan representasi politik di tingkat nasional.

Jika Gorontalo, yang lebih kecil dan relatif baru, bisa mendapatkan tempat, mengapa Sultra dengan segala potensi yang dimilikinya belum mendapat perhatian yang sama? Apakah ini semata-mata karena kurangnya upaya dari tokoh-tokoh Sultra untuk bersaing di panggung nasional, ataukah ada faktor lain seperti kurangnya akses ke pusat kekuasaan?

Masalah Struktural atau Kurangnya Lobi?

Ada beberapa kemungkinan penyebab absennya putra-putri Sultra di kabinet. Salah satunya adalah minimnya lobi politik yang dilakukan oleh tokoh-tokoh daerah. Politik nasional sering kali ditentukan oleh siapa yang memiliki akses dan kemampuan untuk membangun jaringan dengan pusat kekuasaan. Jika tokoh-tokoh Sultra kurang aktif dalam membangun relasi ini, maka peluang untuk masuk ke lingkaran kekuasaan juga semakin kecil.

Selain itu, dukungan dari masyarakat Sultra sendiri juga menjadi faktor penting. Sering kali, masyarakat hanya menonton dari pinggir tanpa memberikan dorongan yang cukup kuat untuk tokoh-tokoh daerah yang memiliki potensi. Dalam politik, dukungan yang kuat dari basis daerah adalah salah satu modal utama untuk meyakinkan pemerintah pusat bahwa figur tertentu layak diperhitungkan.

Harapan Baru di Era Prabowo

Dengan terpilihnya Prabowo Subianto sebagai Presiden Indonesia, harapan masyarakat Sultra kembali menyala. Prabowo dikenal sebagai sosok yang memiliki komitmen terhadap pemerataan pembangunan dan keadilan sosial. Dalam beberapa kesempatan, ia menekankan pentingnya keberpihakan kepada daerah-daerah yang selama ini belum mendapatkan perhatian maksimal.

Momentum ini bisa menjadi peluang besar bagi Sultra untuk memperjuangkan tokoh-tokohnya agar masuk dalam kabinet. Jika Sultra bisa bersatu dan menunjukkan potensi serta kontribusinya, bukan tidak mungkin Prabowo akan memberikan tempat bagi seorang putra daerah Sultra di kursi Menteri.

Representasi yang Lebih dari Sekadar Gengsi

Memiliki seorang Menteri dari Sultra bukan hanya soal gengsi atau kebanggaan lokal. Ini adalah soal keadilan dan pengakuan atas kontribusi nyata daerah terhadap pembangunan bangsa.

Seorang Menteri dari Sultra dapat menjadi jembatan yang membawa aspirasi daerah ke tingkat nasional, sekaligus memastikan bahwa kebijakan yang diambil pemerintah pusat tidak hanya berorientasi pada eksploitasi SDA, tetapi juga memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat setempat.

Selain itu, representasi ini juga penting untuk memperbaiki kesenjangan pembangunan antarwilayah. Dengan adanya figur dari Sultra di kabinet, daerah ini memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan perhatian dalam berbagai program nasional, baik di bidang infrastruktur, pendidikan, kesehatan, maupun pemberdayaan ekonomi.

Kesimpulan: Perjuangan yang Harus Dimulai dari Sekarang

Sultra tidak kekurangan tokoh-tokoh potensial untuk menduduki posisi strategis di tingkat nasional. Namun, untuk mewujudkan impian tersebut, diperlukan upaya kolektif dari semua elemen masyarakat Sultra, mulai dari tokoh politik, akademisi, hingga masyarakat umum. Dukungan yang kuat, lobi yang intensif, dan penggalangan kekuatan politik adalah kunci untuk membuka pintu ke kabinet pemerintahan.

Pertanyaan "Kapan orang Sultra jadi Menteri?" seharusnya tidak lagi menjadi teka-teki yang terus menghantui. Dengan kerja keras dan persatuan, harapan ini bisa menjadi kenyataan. Semoga di pemerintahan yang akan datang, Sultra akhirnya mendapatkan tempat yang layak di peta politik nasional. Karena Indonesia adalah milik bersama, dan setiap daerah, termasuk Sultra, memiliki hak yang sama untuk diberdayakan dan diakui.***

Penulis adalah pendiri Lembaga Pemerhati Ketenagakerjaan Sulawesi Tenggara (Lepnaker Sultra)


Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Sultra   Menteri   Kekayaan alam   SDA  

Terpopuler