jpnn.com, JAKARTA - Catatan kemendagri, sepanjang 2018 ini sudah ada 19 kepala daerah yang terkena OTT KPK ( Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi) dan 61 Anggota DPR dan DPRD yang tertangkap kasus korupsi.
Terbaru OTT KPK terhadap bupati Cirebon dan kasus DPRD Kalimantan Tengah, dimana KPK menangkap 14 orang di Jakarta terkait dengan urusan perkebunan kelapa sawit di Kalteng.
BACA JUGA: Gelar OTT Lagi, KPK Sasar DPRD Kalteng
Mencermati dinamika tersebut, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bahtiar, memberikan apresiasi dan respek terhadap kinerja jajaran KPK yang telah kembali memgungkap praktek korupsi penyelenggara pemerintahan.
Bahtiar menyampaikan bahwa kemendagri sebagai Kementerian yang memiliki fungsi koordinasi, pembinaan, dan pengawasan pemerintahan di daerah mendukung penuh terhadap upaya KPK yang terus melakukan pembersihan terhadap praktik koruptif di jajaran pemerintah daerah.
BACA JUGA: Bupati Cirebon Jadi Tersangka Suap Jual Beli Jabatan
“Silakan KPK membersihkan terus demi kebaikan dan perbaikan tata kelola pemerintahan,” ujarnya, Sabtu (27/10).
Bahtiar menjelaskan bahwa hal tersebut menunjukan sistem pengawasan masyarakat terhadap penyelenggara sudah berjalan.
BACA JUGA: Bupati Ditangkap, Ketua DPR Minta Evaluasi Sistem Demokrasi
“Adanya kewenangan yang besar, baik Kepala Daerah maupun DPRD-nya selaku penyelengara pemerintahan di daerah sehingga adanya kecenderungan untuk menyalahgunakan kewenangannya. Peran masyarakat dalam mengontrol pemerintahan ini sesuai dengan asas – asas umum pemerintahan yang baik, guna menciptakan pemerintahan daerah yang efektif, efisien, bersih, dan bebas dari korupsi, kolusi, serta nepotisme,” bebernya.
Bahtiar menyatakan, ke depan perlu adanya perbaikan dalam tata kelola pemerintahan termasuk mekanisme rektutmen para penyelenggara negara.
“Karena Indonesia negara besar dan kaya, jumlah penduduk sekitar 263 juta masih banyak warga negara yang siap menjadi politisi berintegritas, Indonesia memiliki banyak tokoh yang penuh integritas, jujur, dan antikorupsi. Menjadi penyelenggara Negara untuk mengabdi bangsa dan negara, bukan memperkaya diri dan keluarga. Ketika dihadapkan pada pilihan antara kepentingan pribadi dan negara, mereka mendahulukan kepentingan negara, fokus menjalankan amanat rakyat,” urai Bahtiar.
Diterangkan, penyelenggaraan otonomi daerah selama ini tujuan utamanya adalah untuk memperkuat posisi pemerintah daerah dalam memajukan kesejateraan rakyat di daerah (human development). Untuk menjamin akselerasi otonomi daerah itu maka diperlukan pemimpin daerah (kepala daerah) yang dipilih langsung lewat pilkada agar menjadi kuat legitimasi politiknya dan dapat tenang bekerja karena tidak dirongrong oleh permainan politik di daerah.
Pilkada langsung saja tidak cukup tapi juga diperlukan kepala daerah yang kuat, cerdas, enerjik, berintegritas moral yang kuat dan syarat pengalaman dalam mengendalikan pemerintahan daerah dan memajukan kesejateraan rakyat.
Bahtiar menyoroti sistem pemerintahan daerah dan sistem rekruitmen politik saat ini perlu dievaluasi.
“Undang –undang Pemerintah Daerah dan Undang - undang Pilkada, UU yang mengatur birokrasi, administrasi tata kelola keuangan dan daerah yang menurut arahan BapakPresiden sangat rumit, dan hanya mengedepankan aspek prosedur administrasi belaka, perlu dievaluasi secara sungguh-sungguh, konprehensif, utuh dan mendalam karena tidak kompatibel menghasilkan penyelenggara negara yang berintegritas, hadirnya negara dalam kehidupan masyarakat dan percepatan kemajuan masyarakat bangsa dan negara,” pungkas doktor ilmu pemerintahan itu. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kada Kader PDIP Terjaring OTT, Masinton: Perbuatan Individu
Redaktur & Reporter : Soetomo