jpnn.com, JAKARTA - Delapan pelajar SMP dan SMA Cendekia Harapan membawa semangat berbagi di acara Indonesia Science Day 2019, yang diselenggarakan dalam rangkaian HUT PP-IPTEK di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Para pelajar Cendekia Harapan yang usianya 13-16 tahun itu menunjukkan karya nyata bukti kepedulian mereka terhadap permasalahan yang dihadapi masyarakat.
BACA JUGA: Hebat! Tiga Pelahar Buat Obat Nyamuk dari Daun Beringin
“Bentuk kepeduliannya diwujudkan dalam produk-produk inovatif Tirta Amerta, Melali, Zero Waste, dan space saving design product,” terang Dr Lidia Sandra, M Comp Eng Sc, principal sekolah Cendekia Harapan.
Lidia mengatakan, produk Tirta Amerta dibuat atas dasar keprihatinan terhadap kondisi sungai-sungai di Indonesia yang kian hari semakin memudar kejernihannya.
BACA JUGA: Bank OCBC NISP Ajak Mahasiswa Berbagi Ide di IdeatiON 2019
BACA JUGA: Daya Tampung Sekolah Negeri Terbatas, Wali Kota Batam: Kami Masih Cari Solusinya
Tirta Amerta bahkan diusulkan untuk dijadikan sebagai proyek nasional dalam rangka peningkatan kualitas mutu air dengan menggunakan parameter derajat keasaman (pH), kekeruhan, dan kesadahan air.
BACA JUGA: Dirjen Penguatan Inovasi: Hasil Riset Jangan jadi Sampah
“Mengingat kota-kota besar seperti Jakarta memiliki kondisi sungai yang sangat memprihatinkan. Bahkan sungai-sungai di desa-desa terpencil pun tak luput dari limbah rumah tangga yang dibuang langsung ke sungai,” terangnya.
Selain berkutat pada masalah air bersih, mereka juga menunjukkan keprihatinannya terhadap manajemen limbah pertanian. Indonesia yang mampu menghasilkan 56,54 ton per tahunnya, menyisakan permasalahan pada pengelolaan limbah jerami.
Walaupun jerami telah dimanfaatkan menjadi pakan ternak ataupun biogas, kenyataannya 80 persen petani masih melakukan pembakaran jerami.
Pembakaran jerami menjadi jalan pintas petani dalam mengejar siklus penanaman padi. Dampak dari pembakaran jerami bukannya tak dirasakan oleh para petani, hanya saja mereka tidak menghiraukannya demi mengejar target produksi padi untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok masyarakat. Polusi udara, gangguan saluran pernapasan dan bahkan kecelakaan yang berujung kematian seakan-akan dal yang biasa di sekitar area pembakaran jerami padi.
Hal yang tak banyak orang sadari di balik pembakaran jerami ternyata ada butiran-butiran silika yang dapat diolah menjadi produk-produk bernilai jual tinggi, seperti keramik glow in the dark, gigi palsu (green teeth), dan silika gel untuk pengganti Freon AC.
Limbah minyak jelantah dari para pedagang gorengan pun tak luput dari rasa kepedulian siswa-siswi Cendekia Harapan terhadap lingkungan. Minyak jelantah yang biasanya dibuang langsung ke tanah dan terkadang beberapa pedagang gorengan membuangnya ke sungai, diolah menjadi sabun cuci tangan, sabun pel dan sabun cuci piring yang higienis.
Sampah bunga kenanga dan kamboja, serta kulit jeruk diubah menjadi pewangi untuk sabun tersebut. Tak hanya bagian dari tanaman yang sudah berguguran, daun liligundi pun tak luput dari tangan-tangan mungil ini dan diubah menjadi esensial oil dalam obat nyamuk elektrik.
Tanaman toga lainnya yang cenderung tidak disukai karena arona dan rasanya yang kurang enak juga diubah menjadi produk-produk yang menarik, seperti dodol jahe, wedang, dan coklat rempah.
Tumbuh di Negara maritim yang sebagian aktivitas ekonominya berlangsung di atas kapal dan siswa-siswi ini juga merasakan kegelisahan akan besarnya beban terkait awak kapal. Kegelisahan tersebut menimbulkan keinginan membuat kapal auto pilot untuk mengurangi awak kapal dan meningkatkan produktivitas di bagian perairan.
“Hingga saat ini mereka sudah berhasil membuat prototype dari kapal auto pilot yang diharapkan mampu mengatasi masalah trasnportasi di perairan Indonesia.”
BACA JUGA: Gebyar Hardiknas di Sulut Bikin Sekjen Kemendikbud Terpukau
Tak hanya transportasi laut, mereka juga merintis sebuah trasnportasi di darat yang mampu mendeteksi keberadaan benda-benda di sekitarnya secara otomatis untuk mengatasi banyaknya kecelakaan yang terjadi di jalan raya. Selain itu, berbagai save saving product design juga terlihat menghiasi meja pameran di stand Cendekia Harapan.
Produk-produk ini tidak hanya berfungsi sebagai dekorasi ataupun aksesoris, melainkan juga memiliki fungsi-fungsi unik seperti pengontrol kebisingan dan pendeteksi aura dalam bentuk anting-anting.
"Kami mengajak anak-anak untuk menyadari masalah di sekiling dan berbagi apapun yang dimiliki untuk mengatasi permasalahan tersebut. Walaupun emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunya kuberikan padamu. itu prinsip kami," tutur Lidia.
Dikatakan Lidia, teknologi tidak harus fancy, tetapi sejatinya harus mampu mengatasi permasalahan yang ada di sekelilingnya, tambahnya. Untuk itu, diharapkan lebih banyak sekolah mengusung metode seperti sekolah Cendekia Harapan yang memampukan anak-anak setiap semesternya menghasilkan produk dan tulisan untuk mengatasi masalah bangsa.
Sistem pendidikan yang diterapkan di CH Bali adalah sistem pendidikan yang non-traditional di mana masing masing anak dibebaskan memgembangkan karya dan inovasi dan disupervisi untuk menghasilkan produk dan mendorong anak-anak menjadi “maker” bukan consumer.
"Sekolah kami memiliki beraneka tanaman. Daun dan bunga yang seharusnya menjadi sampah, diolah menjadi pengharum ruangan dan penolak nyamuk. Ekstrat dari bunga tersebut juga digunakan sebagai pewangi pembuat sabun," ucap Lidia.
Dipaparkan Lidia, tidak hanya bagian dari tanaman yang sudah berguguran, daun liligundi pun tak luput dari tangan-tangan mungil ini dan diubah menjadi esensial oil dalam obat nyamuk elektrik.
Tanaman toga lainnya yang cenderung tidak disukai karena aroma dan rasanya yang kurang enak juga diubah menjadi produk-produk yang menarik, seperti dodol jahe, wedang, dan coklat rempah. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PayTren Konsisten Berinovasi Demi Pelayanan Terbaik
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad