Karyawan Swasta Tetap Bekerja, Bukti Imbauan Social Distancing Tidak Efektif

Selasa, 17 Maret 2020 – 12:44 WIB
Antrean calon penumpang di Stasiun MRT Lebak Bulus akibat kebijakan pembatasan layanan transportasi publik oleh Pemprov DKI Jakarta, Senin (16/3/2020). Foto: ANTARA/HO-Ombudsman perwakilan Jakarta Raya

jpnn.com, JAKARTA - Imbauan pemerintah agar masyarakat menerapkan pola menjaga jarak (social distancing) menghadapi penyebaran virus Corona (COVID-19) dinilai kurang efektif. Terbukti, data menunjukkan adanya peningkatan jumlah penderita virus mematikan tersebut.

Pada Senin (16/3) jumlah pasien terjangkit 134 orang. Padahal sebelumnya pada Minggu (15/3) jumlah pasien 117 orang. Artinya, ada peningkatan 17 kasus dalam sehari.

BACA JUGA: Para Kepala Daerah dan PNS Wajib Simak Instruksi Tito Karnavian

"Saya melihat social distancing yang disarankan pemerintah kurang efektif. Masyarakat tetap ke luar rumah. Malah menimbulkan keramaian yang mempermudah penyebaran virus di tempat umum atau sarana transportasi. Antrean yang menumpuk, masyarakat diliburkan malah pergi berlibur, perusahaan masih memperkerjakan karyawan. Ini artinya pemerintah belum berhasil mengontrol masyarakat melakukan perang terhadap corona," ujar anggota Komisi VI DPR Putu Supadma Rudana dalam siaran persnya, Selasa (17/3).

Putu kembali menyarankan agar presiden segera mengambil kebijakan lockdown Indonesia, seperti dilakukan pemerintah Malaysia. Lockdown di negeri jiran itu diberlakukan 18-31 Maret.

BACA JUGA: Menteri Tjahjo Kumolo: Ingat, Ini Harus Dipatuhi Seluruh PNS

Perancis juga telah memberlakukan lockdown selama 15 hari, menyusul sejumlah negara yang lebih dulu menetapkan kebijakan tersebut.

"Saran saya segera lockdown, saya tidak tidak rela jika presiden, wakil presiden dan menteri lain juga terkena corona," ucapnya.

BACA JUGA: Sejak Awal Bertemu Iin, Adian Napitupulu Yakin Wanita Itu Akan jadi Istrinya

Menurut wakil Ketua badan kerja sama antar-parlemen ini, pemerintah jangan menerjemahkan lockdown secara berlebihan. Lockdown terdiri dari tiga kategori, yaitu total Lockdown, partial lockdown, dan local lockdown.

Total lockdown seperti yang diberlakukan di Spanyol, Perancis dan sejumlah negara Eropa lainnya. Kebijakan ini diterjemahkan sebagai pembatasan menyeluruh, dimana pihak keamanan menjaga tiap sudut agar masyarakat tidak ke luar rumah.

Jika ke luar rumah pun hanya untuk membeli kebutuhan kesehatan dan kebutuhan pokok, itupun sangat dibatasi jumlahnya per keluarga.

Kemudian partial lockdown. Kebijakan ini meliputi sekolah-sekolah ditutup, perguruan tinggi ditutup, banyak instansi meliburkan para pekerjanya dengan bekerja di rumah, penutupan tempat tempat hiburan, tempat keramaian. Seperti Pemda DKI menutup Ancol, Kota Tua, museum dan pembatalan berbagai kegiatan yang melibatkan orang banyak.

Terakhir local lockdown, dapat dimaknai sebagai kondisi dimana perorangan mengisolasi diri, keluarga tidak bepergian, hanya di rumah, satu kawasan di lockdown, satu desa di lockdown, atau satu area di lockdown.

"Intinya, ketiga kategori lockdown tadi memerlukan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Contohnya Pemda DKI mengambil sikap proaktif cepat, tetapi pemerintah pusat terkesan gagap dan lambat, sehingga kedua pihak tidak dapat bersinergi dan sinkronisasi. Akibatnya, terjadi kondisi dimana masyarakat dirugikan karena lemahnya koordinasi," ucap Putu.

Menurut anggota DPR daerah pemilihan Bali ini, peran presiden dalam hal koordnasi sangat diperlukan. Agar seluruh upaya yang ditempuh menangkal pandemi Corona benar-benar efektif. (gir/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler