Kasatpol PP Pekanbaru Diperiksa Terkait Korupsi Tunjangan Rumah Dinas Anggota DPRD

Kamis, 21 September 2023 – 11:03 WIB
Aspidsus Kejati Riau Imran Yusuf. Foto:Rizki Ganda Marito/JPNN.com.

jpnn.com, PEKANBARU - Kejati Riau memeriksa 15 orang terkait dugaan mark up dana tunjangan rumah dinas (rumdin) pimpinan dan anggota DPRD Kota Pekanbaru.

Aspidsus Kejati Riau Imran Yusuf mengatakan sejauh ini pihaknya sudah memintai keterangan dari 15 orang.

BACA JUGA: Kejati Riau Bidik Dugaan Mark Up Tunjangan Rumah Dinas di DPRD Pekanbaru

“Sudah diperiksa sekitar 15 orang. Para pihak yang diperiksa itu mulai dari sekretariat dewan (Sekwan) dan beberapa perwakilan dari anggota DPRD Kota Pekanbaru,” kata Imran saat dikonfirmasi JPNN.com Kamis (21/9).

Termasuk Zulfahmi Adrian yang saat ini menjabat sebagai Kepala Satpol PP Kota Pekanbaru, juga sudah diperiksa.

BACA JUGA: DPP Demokrat Buka Suara Terkait Penggeledahan KPK di Rumah Dinas Bupati Lamongan

“Iya benar (Zulfahmi,red) juga sudah diterima diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Plt sekwan DPRD Kota Pekanbaru tahun 2020. Bukan jabatannya saat ini Kasatpol PP,” jelas Imran.

Pemeriksaan itu terterkait dugaan mark up dana tunjangan yang diperkirakan telah menimbulkan kerugian keuangan negara selama 3 tahun anggaran. Yakni, 2020, 2021, hingga 2022 dengan total mencapai Rp 16 miliar.

BACA JUGA: Kapolres: Dalang Pembakaran Rumah Dinas Tenaga Kesehatan di Puncak KKB Titus Murib

Penyelidikan itu dilakukan setelah Kejati Riau menerima laporan dari Organisasi Masyarakat (Ormas) Pemuda Tri Karya (PETIR).

Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru pada 2020 lalu menganggarkan rumah jabatan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD kota Pekanbaru.

Besaran perumahan tersebut tercantum dalam dokumen pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Daerah (DPA-SKPD) Sekretariat DPRD kota Pekanbaru.

Besaran tunjangan perumahan bagi Ketua DPRD, Wakil Ketua DPRD serta Anggota DPRD bervariasi.

Untuk jabatan Ketua DPRD sebesar Rp 22.000.000 per bulan. Kemudian untuk jabatan Wakil Ketua DPRD sebesar Rp 21.000.000 per bulan.

Selanjutnya, diikuti oleh Anggota DPRD yang menikmati uang negara itu dengan nilai sebesar Rp 20.000.000 per bulan.

Ternyata, dari hasil investigasi Ormas PETIR diketahui bahwa untuk sewa rumah dengan kualifikasi luas tanah bangunan yang ada di Kota Pekanbaru, yaitu rumah tinggal dengan luas bangunan 160 dan 240 M2 jumlah satu unit, nilai sewanya Rp 10.000.000 per bulan.

Untuk kualifikasi rumah tinggal 1 unit dengan fasilitas AC dengan luas 160 dan 240 M2 dihargai Rp 11.000.000 per bulan.

Kemudian, untuk kriteria mahal sewa rumah tinggal di Kota pekanbaru dengan fasilitas AC dan perabotan dengan jumlah satu unit dan luas bangunan 180 dan 240 M2 harga sewanya per bulan Rp 12.000.000.

Terakhir, harga sewa rumah tinggal di Pekanbaru yang paling mahal diketahui memiliki luas bangunan 400 dan 360 M2 dengan jumlah unit harga sewanya Rp 20.000.000 per bulan.

Mengacu pada hal tersebut, diduga bahwa tunjangan perumahan jabatan Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kota Pekanbaru.

Hal itu tidak mengacu pada standarisasi luas maksimal bangunan yang telah dipersyaratkan oleh Permendagri Nomor 7 Tahun 2006 Bab III Rumah Dinas poin B angka I yang mengatur bahwa Rumah instansi/ rumah dinas untuk pejabat eselon II anggota DPRD, Maksimal luas bangunannya seluas 150 M2 dan luas tanah maksimal 350 M2.

Dengan nilai dugaan mark up sebesar Rp 10 juta per bulan, dikalikan 45 anggota DPRD dikalikan lagi frekuensi 12 bulan, maka, didapati hasil negara dirugikan sebesar Rp 5,4 miliar.

"Artinya, tahun 2020 saja, Negara sudah rugi Rp 5,4 miliar. Kenapa dianggarkan lagi pada tahun 2021 dan 2022,” kata Ketua Umum DPP Ormas PETIR Jackson Sihombing saat dikonfirmasi terpisah oleh JPNN.com Selasa (19/9).

Oleh sebab itu, Jackson meyakini berdasarkan realisasi pembayaran tunjangan perumahan dibandingkan dengan nilai sewa yang memenuhi standarisasi.

“Kamo menduga telah terjadi kerugian negara dari tahun 2020, 2021 dan 2022 sebesar Rp 16 miliar," bebernya.

Jackson berharap, peristiwa pelanggaran hukum ini tidak bisa lagi melalui langkah solusi Pengembalian Kerugian Negara (PKN) saja.

“Sebab, kerugian negara tahun 2020 tidak diindahkan malah dilanjutkan kembali di tahun 2021 bahkan tahun 2022 ini,” pungkasnya. (mcr36/jpnn)


Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : Rizki Ganda Marito

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler