Kasihan, 98 Persen Warga Afghanistan Tak Cukup Makan

Selasa, 14 Desember 2021 – 22:58 WIB
Arsip - Warga Afghanistan membeli makanan yang ditinggalkan tentara AS dari seorang pedagang di Kabul, Afghanistan November 2021. (ANTARA/Reuters/Ali Khara/as)

jpnn.com, AFGHANISTAN - Hasil survei yang dilakukan program pangan dunia (WFP) menunjukkan sekitar 98 persen warga Afghanistan tidak cukup makan, menyusul gagalnya pemerintahan Taliban meningkatkan perekonomian masyarakat.

Dari hasil survei tersebut tujuh dari sepuluh keluarga terpaksa meminjam makanan, yang mendorong mereka lebih jauh ke dalam kemiskinan.

BACA JUGA: Duit Rp 4 Triliun Segera Mengalir ke Afghanistan, Taliban Tidak Akan Kecipratan

"Krisis ekonomi yang meningkat, konflik, dan kekeringan berarti rata-rata keluarga sekarang hampir tidak bisa mengatasinya."

"Harus dilakukan banyak hal untuk menghentikan krisis ini menjadi bencana," ujar juru bicara WFP Tomson Phiri kepada wartawan di Jenewa, Selasa (14/12) waktu setempat.

BACA JUGA: Maling Beraksi, Lampu Lalu Lintas Tak Berfungsi, Daerah Lain Pernah Begini Enggak ya?

Penarikan tiba-tiba bantuan asing setelah kemenangan Taliban pada Agustus telah membuat ekonomi Afghanistan yang rapuh berada di ambang kehancuran.

Harga makanan, bahan bakar dan bahan pokok lainnya naik pesat di luar jangkauan banyak orang.

BACA JUGA: Mohon Doanya, 20 Warga Terjebak Banjir, 40 Rumah Tergenang, 1 Jembatan Roboh

Sejauh ini, WFP telah memberikan bantuan makanan kepada 15 juta warga Afghanistan selama 2021 dan kepada tujuh juta warga setempat pada November saja.

Tahun depan, badan PBB itu berencana untuk meningkatkan bantuannya kepada 23 juta orang di seluruh provinsi di Afghanistan.

"Kita tidak bisa menyia-nyiakan waktu. Direktur kami menggambarkan situasinya cukup mengerikan," kata Phiri.

Secara terpisah, Wakil Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Nada Al-Nashif mengatakan keluarga-keluarga di Afghanistan menghadapi kemiskinan dan kelaparan yang parah.

"Banyak yang terdorong untuk melakukan tindakan putus asa, termasuk pekerja anak, pernikahan dini, dan bahkan penjualan anak," ucapnya.(Antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler