Kasihan Pak Tarman

30 Hari Absen Dianggap Desersi, Mau Masuk Ngantor Di Mana?

Sabtu, 17 Januari 2015 – 11:50 WIB
Jenderal Sutarman. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Langkah Presiden Joko Widodo menunda pelantikan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), pada Jumat (16/1) malam belum menuntaskan masalah, meskipun banyak yang menilai hal tersebut adalah jalan tengah terbaik dalam kondisi terkini.

Mantan Wakapolri Komjen (Purn) Drs. Oegroseno menilai, Presiden Jokowi berada dalam posisi terjepit saat memutuskan penundaan pelantikan Kapolri.

BACA JUGA: Indonesia Kekurangan 8.300 Hakim

"Yang memahami polisi adalah internal polisi, jadi pertimbangan dari internal Polri ini sebetulnya menjadi penting," tutur Oegro, seperti dilansir dari Rakyat Merdeka Online (Grup JPNN), Sabtu (17/1).

Dia mengatakan, di zaman para pendahulu Jokowi, masukan dan pertimbangan dari internal Polri selalu diminta sebelum pergantian calon Kapolri.

BACA JUGA: 3 Jenazah AirAsia QZ8501 Dievakuasi, Satu Di Antaranya Sangat Mengenaskan

"Yang perlu digarisabawahi, pergantian Kapolri itu sebetulnya bukan hal yang sangat luar biasa. Seperti dulu-dulu, bicarakan, ini kan etika. Setelah itu pasti (nama calon) diajukan dan bulat. Kalau ini ditempuh, saya yakin situasi tak akan seperti ini," ujarnya.
 
Oegro juga melayangkan simpati kepada Jenderal Sutarman yang diberhentikan presiden dari jabatan Kapolri, padahal masa aktifnya di kepolisian masih cukup panjang. Apalagi Sutarman, seperti tidak diajak bicara oleh presiden tentang rencana pergantian Kapolri.

"Kasihan Pak Tarman, kalau 30 hari dia enggak masuk kantor dianggap desersi. Kalau dia masuk kantor, mau ngantor di mana? Kapolri kan sudah dipegang Plt Pak Badrodin Haiti," ungkap alumnus Akpol tahun 1978 ini. (rmo/adk/jpnn)

BACA JUGA: Presiden Buruh: Siapapun Kapolri, Harus Tetap Humanis

BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Kapolri, Jokowi Harusnya Keluarkan Tiga Keppres


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler