Kasus BLBI Jalan Terus, Sjamsul Nursalim Tetap Dalam Radar KPK

Rabu, 28 Januari 2015 – 18:22 WIB
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. FOTO: dok/jawapos

jpnn.com - JAKARTA - KPK telah nyatakan bahwa masalah hukum yang menimpa sejumlah pimpinan tidak akan menghentikan pengusutan kasus dugaan korupsi dalam pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dugaan keterlibatan sejumlah pihak terkait dugaan korupsi itu terus ditelisik.

Salah satu yang tengah ditelusuri adalah peran konglongmerat bekas pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim. "Sampai sekarang penyelidikan masih berjalan," tutur Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Rabu (28/1).

BACA JUGA: Ada Apa dengan Andi Widjajanto?

Mengacu hal itu, Sjamsul Nursalim pun berpeluang di periksa KPK. Namun Bambang masih enggan berbicara lebih jauh, lantaran kasus ini masih dalam tahap penyelidikan.

Yang jelas, kata Bambang, pihaknya akan bekerja seoptimal mungkin di dalam koridor prosedur yang berlaku. "Kita selesaikan semua proses, baru dalam ekspose diputuskan. Saya belum bisa membuat kesimpulan karena belum ada ekspose, penyidiknya belum memberi laporan," ungkap Bambang.

BACA JUGA: Jurus Mendes Marwan Siapkan Masyarakat Desa Hadapi MEA

SKL sendiri merupakan produk yang dikeluarkan BPPN berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002. Sedangkan presiden yang menjabat kala itu adalah Megawati Soekarnoputri,

Berdasarkan inpres tersebut, debitor BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang walaupun hanya 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham (JKPS) dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN. Atas dasar bukti itu, mereka yang diperiksa dalam penyidikan Kejaksaan Agung akan mendapatkan surat perintah penghentian perkara (SP3).

BACA JUGA: Pantau Pembagian Raskin, Puan Ingatkan Pemotong Hak Rakyat Miskin

Tercatat beberapa nama konglomerat papan atas, seperti Sjamsul Nursalim, The Nin King, dan Bob Hasan, yang telah mendapatkan SKL dan sekaligus release and discharge dari pemerintah. Padahal, Inpres No 8/2002 yang menjadi dasar kejaksaan mengeluarkan SP3 itu bertentangan dengan sejumlah aturan hukum, seperti UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Para Penerima SKL BLBI berdasarkan Penandatangan Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) diantaranya adalah Anthony Salim dari Salim Grup (Bank Central Asia / BCA). Nilainya mencapai Rp 52,727 triliun. Surat Keterangan Lunas (SKL) terbit Maret 2004.

Ada juga Sjamsul Nursalim dari Bank Dagang Nasional Indonesia/BDNI. Nilainya Rp 27,4 triliun. Surat lunas terbit pada April 2004. Aset yang diserahkan di antaranya PT Dipasena (laku Rp 2,3 triliun), GT Petrochem dan GT Tire (laku Rp 1,83 triliun). Kejaksaan Agung menghadiahinya surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Ada juga Mohammad 'Bob' Hasan dari Bank Umum Nasional. Nilainya Rp 5,34 triliun. Bos Grup Nusamba ini menyerahkan 31 aset dalam perusahaan, terrmasuk 14,5% saham di PT Tugu Pratama Indonesia. Ada juga Sudwikatmono dari Bank Surya. Nilainya Rp 1,9 triliun, SKL terbit akhir 2003. Ibrahim Risjad (Bank Risjad Salim Internasional) Rp 664 miliar, SKL terbit akhir 2003.

Sebelumnya KPK menyatakan masih membutuhkan keterangan sejumlah pihak terkait penyelidikan dugaan korupsi ini. Sebab, KPK menemukan sejumlah masalah dalam penerbitan SKL. Salah satunya, terkait ketidaksesuaian antara jaminan yang diberikan obligor kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Namun, BPPN tetap memberikan SKL kepada obligor. (dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rating Maskapai tak Berkaitan dengan Musibah AirAsia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler