JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak agar proses hukum terhadap para pelaku penyerangan Lapas Cebongan tidak dilakukan secara militer. Pasalnya, apa yang dilakukan oleh para anggota Grup 2 Kopassus itu adalah tindak pidana umum.
"UU Peradilan Militer, Tap MPR tentang TNI/Polri sudah menjelaskan secara eksplisit tiap prajurit yang melakukan pelanggaran hukum pidana umum dibawa ke pengadilan umum," ujar aktivis Kontras, Usman Hamid dalam jumpa pers di kantor Kontras, Jalan Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (5/4).
Usman sendiri mengaku tidak mempercayai penanganan kasus ini apabila ditangani TNI. Ia menilai TNI masih berusaha melakukan pembenaran-pembenaran terhadap perbuatan para pelaku. Hal ini terlihat dari penyataan-pernyataan dari ketua Tim Investigasi TNI AD Unggul K Yudhoyono dalam jumpa pers, Kamis (4/4) kemarin.
"Adanya definisi-definisi seolah-olah mereka melakukan kejahatan itu dengan ksatria," ujar Usman.
Aktivis penegakan HAM itu menilai stigma ksatria terhadap anggota Kopassus pelaku penyerangan membuktikan bahwa TNI setengah hati dalam menangani kasus Lapas Cebongan.
"Kalau ini diterima, itu hanya soal waktu untuk menunggu kasus ini berhenti di tengah jalan. Waktu untuk menunggu, sederetan tambahan dari kasus militer yang tidak pernah selesai," imbuhnya.
Lebih lanjut Usman menambahkan, pihak sipil harus tetap dilibatkan apabila pihak TNI ngotot ingin memproses para tersangka penyerangan lapas di Pengadilan Militer."Misalnya, Pengadilan Militer tapi hakim dan jaksanya dari sipil," tandasnya. (dil/jpnn)
"UU Peradilan Militer, Tap MPR tentang TNI/Polri sudah menjelaskan secara eksplisit tiap prajurit yang melakukan pelanggaran hukum pidana umum dibawa ke pengadilan umum," ujar aktivis Kontras, Usman Hamid dalam jumpa pers di kantor Kontras, Jalan Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (5/4).
Usman sendiri mengaku tidak mempercayai penanganan kasus ini apabila ditangani TNI. Ia menilai TNI masih berusaha melakukan pembenaran-pembenaran terhadap perbuatan para pelaku. Hal ini terlihat dari penyataan-pernyataan dari ketua Tim Investigasi TNI AD Unggul K Yudhoyono dalam jumpa pers, Kamis (4/4) kemarin.
"Adanya definisi-definisi seolah-olah mereka melakukan kejahatan itu dengan ksatria," ujar Usman.
Aktivis penegakan HAM itu menilai stigma ksatria terhadap anggota Kopassus pelaku penyerangan membuktikan bahwa TNI setengah hati dalam menangani kasus Lapas Cebongan.
"Kalau ini diterima, itu hanya soal waktu untuk menunggu kasus ini berhenti di tengah jalan. Waktu untuk menunggu, sederetan tambahan dari kasus militer yang tidak pernah selesai," imbuhnya.
Lebih lanjut Usman menambahkan, pihak sipil harus tetap dilibatkan apabila pihak TNI ngotot ingin memproses para tersangka penyerangan lapas di Pengadilan Militer."Misalnya, Pengadilan Militer tapi hakim dan jaksanya dari sipil," tandasnya. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kontras Sayangkan Pelaku Cebongan Dianggap Kesatria
Redaktur : Tim Redaksi