Kasus Diabetes Melitus Terhadap Anak Meningkat, Mbak Rerie Tekankan Ini ke Pemerintah

Rabu, 05 Juli 2023 – 22:31 WIB
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat atau akrab disapa Mbak Rerie saat menyampaikan sambutan dalam diskusi daring bertema 'Ancaman Diabetes Melitus pada Anak-Anak Indonesia Sangat Mencemaskan' yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (5/7). Foto: Tangkapan layar/Dokumentasi Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menekankan pentingnya peningkatan literasi kesehatan dan intervensi kebijakan perlindungan untuk mencegah anak-anak dari ancaman diabetes melitus.

Hal ini disampaikan Lestari Moerdijat dalam diskusi daring bertema 'Ancaman Diabetes Melitus pada Anak-Anak Indonesia Sangat Mencemaskan' yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (5/7).

BACA JUGA: 5 Buah yang Sebaiknya Dihindari Penderita Diabetes

"Pola hidup yang kurang sehat dengan konsumsi makanan dan minuman yang memiliki kandungan gula tinggi saat ini menjadi rutinitas kehidupan anak-anak. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan," kata Lestari Moerdijat pada diskusi yang dimoderatori Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR, Arimbi Heroepoetri.

Lestari menyampaikan data IDAI mencatat kejadian diabetes melitus terhadap anak saat ini meningkat dua kali.

BACA JUGA: Kendalikan Gula Darah dengan 3 Herbal Alami Ini, Bikin Penderita Diabetes Lega

Menurut Rerie yang akrab disapa, masyarakat tidak boleh menutup mata terhadap fenomena itu.

Dia mengingatkan diabetes melitus terhadap anak bukan sekadar ancaman kesehatan saja.

Pasalnya, anak-anak adalah masa depan kita untuk melanjutkan kehidupan bangsa Indonesia.

"Belum tuntas dengan masalah stunting, kita dihadapkan pada pola hidup yang mengancam anak dengan diabetes melitus," tegas legislator dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah II itu mengingatkan.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem mengakui Indonesia belum memiliki kebijakan perlindungan yang menyeluruh terkait penerapan pola hidup sehat sejak dini.

Rerie menegaskan dengan memperhatikan masalah yang dihadapi anak-anak, seperti ancaman diabetes melitus sejatinya sedang berupaya memperbaiki masa depan bangsa ke arah yang lebih baik.

"Karena itu, kita harus bersama-sama mendorong berbagai langkah antisipatif hingga solusi untuk mencegah dan mengatasi ancaman diabetes melitus terhadap anak di Indonesia," pesannya.

Sejumlah narasumber hadir dalam diskusi tersebut, antara lain dr Esti Widiastuti (Ketua Tim Kerja Penyakit Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik Kementerian Kesehatan).

Kemudian Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Piprim Basarah Yanuarso, dan dr Mulianah Daya (dokter spesialis gizi klinik).

Selain itu hadir pula Felly Estelita Runtuwene (Ketua Komisi IX DPR) dan Diah Satyani Saminarsih (Founder & Chief Executive Officer Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives /CISDI) sebagai penanggap.

Ketua Tim Kerja Penyakit Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik Kemenkes dr Esti Widiastuti mengungkapkan prevalensi diabetes melitus pada rentang 2013-2022 meningkat drastis.

Pada 2021, Esti menyebutkan tercatat 6,7 juta orang meninggal karena menderita diabetes.

Pada tahun yang sama, 1,2 juta anak menderita diabetes tipe 1.

Esti mengungkapkan faktor risiko penyebab diabetes melitus sangat erat dengan gaya hidup.

Dia memperkirakan jumlah penderita diabetes melitus tipe 1 di Indonesia bisa jadi lebih tinggi dari yang tercatat, karena rendahnya upaya deteksi dini sehingga tidak terdiagnosa.

Secara keseluruhan, ujar Esti, biaya pelayanan kesehatan terkait diabetes melitus dan sejumlah penyakit yang dipicunya, seperti stroke, jantung dan kanker di Indonesia pada 2019 tercatat lebih dari Rp8 triliun.

"Pemerintah sudah melakukan transformasi sistem kesehatan yang salah satunya berupa transformasi layanan primer yang mengedepankan upaya preventif dan promotif," ujar Esti.

Diharapkan masyarakat sebagai salah satu ujung tombak dalam pelaksanaannya.

Esti juga menyampaikan berbagai upaya peningkatan aktivitas fisik, edukasi terkait pola hidup sehat, dan deteksi dini berupa pemeriksaan berat badan, tekanan darah, test kadar gula dalam darah dilakukan dalam mengedepankan langkah preventif dan promotif.

Ketua Umum IDAI dr Piprim Basarah Yanuarso mengungkapkan pihaknya mencatat penderita diabetes melitus tipe 2 meningkat sampai 3 persen, dan 77 persen di antaranya adalah anak-anak yang obesitas.

Menurut Piprim, penderita diabetes melitus tipe 2 di masa lalu adalah orang berusia 40 tahun ke atas.

Namun saat ini diabetes melitus tipe 2 ini sudah diderita oleh anak berusia 6-7 tahun.

"Ini harus diwaspadai. Ini indikasi gaya hidup masyarakat kita yang tidak sehat," ujarnya.

Selain karena gaya hidup, tambah dia, konsumsi ultra processed food dengan glycemic index yang tinggi juga merupakan pemicu diabetes melitus tipe 2.

Apalagi, tegas Piprim, rasa manis yang ditimbulkan sangat adiktif.

"Kondisi ini merupakan wake up call bagi kita semua. Karena, satu dari delapan penduduk Indonesia menderita diabetes melitus, dan 80 persen penderita itu tidak sadar kalau mereka menderita diabetes melitus," tegas Piprim.

Menurut Pimprim, pemerintah harus hadir untuk mengendalikan makanan yang tidak sehat.

Spesialis Gizi Klinik dr Mulianah Daya mengingatkan dampak meningkatnya jumlah penderita diabetes melitus mengurangi angka harapan hidup suatu bangsa sekitar 5-10 tahun dan menjadi beban sosial ekonomi.

Bila ada upaya deteksi dini, ujar Mulianah, kondisi tersebut bisa dicegah.

Peran orang tua dan keluarga sangat signifikan untuk membatasi pola asupan anak-anaknya.

Mulianah mengungkapkan berdasarkan rekomendasi WHO batasan konsumsi gula yang disarankan adalah 5-10 persen dari total asupan energi per orang per hari.

Diakuinya saat ini di Indonesia akses makanan sehat belum terjangkau oleh masyarakat, baik dari sisi literasi maupun dari sisi daya beli.

"Konsumen belum sepenuhnya memahami informasi pada label makanan dan harga apel belum terjangkau masyarakat luas," ujarnya.

Founder & Chief Executive Officer CISDI Diah Satyani Saminarsih mengatakan kondisi diabetes melitus di tanah air dapat dikritisi melalui tiga hal, yaitu data, kebijakan secara umum dan masyarakat yang terdampak.

Saat ini, ujar Diah, Indonesia tidak kekurangan data tentang diabetes melitus.

Menurut Dia, jika masyarakat punya literasi tentang diabetes melitus yang baik melalui sosialisasi yang masif pasti bisa diatasi.

"Kebijakan kesehatan dengan menerapkan layanan kesehatan primer melakukan skrining, dalam upaya pencegahan diabetes melitus harus melakukan sejumlah upaya transformasi dulu," kata Diah.

Karena itu, Diah menegaskan kebijakan di sektor kesehatan juga harus sejalan dengan kebijakan di sektor lain.

Terkait tingginya prevalensi diabetes melitus, menurut Diah, karena terjadi penerapan kebijakan yang bertolak belakang antara kebijakan kesehatan dan kebijakan perdagangan dan industri.

Dia menekankan agar penegakan hukum terhadap food labeling harus konsisten untuk mewujudkan generasi penerus bangsa yang sehat.

Wartawan senior Saur Hutabarat mengungkapkan Singapura adalah contoh bangsa yang sangat parah terhadap konsumsi gula.

Pemerintah Singapura pun, tambah Saur, menerapkan kebijakan yang sangat keras terhadap kadar gula di dalam makanan dan minuman.

Hal yang sama, menurut Saur, patut dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan mengeluarkan peraturan yang sangat keras dan ketat dijaga agar kadar gula makanan dan minuman sesuai dengan ketentuan kesehatan.

"Jadi diperlukan penetrasi negara, pemerintah yang sangat konsisten untuk menegakkan peraturan itu," tegas Saur. (mrk/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler