Kasus Dosen Ramsiah yang Terjerat UU ITE Disetop, LBH Makassar Soroti Kinerja Polres Gowa

Rabu, 09 Februari 2022 – 05:55 WIB
LBH Makassar melakukan jumpa pers kasus terkait kasus UU ITE yang dialami Dosen UIN Alauddin Makassar, Ramsiah Tasruddin. Foto: M Srahlin Rifaid/JPNN.com

jpnn.com, MAKASSAR - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengevaluasi kinerja Polres Gowa.

Permintaan tersebut disampaikan terkait penanganan Polres Gowa terhadap kasus Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menjerat Dosen UIN Alauddin Makassar, Ramsiah Tasruddin.

BACA JUGA: Palsukan Surat Kematian Warga, Pria Asal Gowa Dibekuk Polisi

Advokat Publik LBH Makassar Abdul Azis Dumpa menyampaikan Ramsiah kini mendapatkan kepastian hukum setelah 4 tahun menghadapi upaya kriminalisasi dan lebih 2 tahun menyandang status sebagai tersangka penghinaan atau pencemaran nama baik berdasar Pasal 27 Ayat (3) UU ITE.

"Polres Gowa akhirnya menerbitkan Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/119.i/II/2022 Reskrim tentang penghentian penyidikan terhitung mulai 3 Februari 2022 dengan alasan tidak cukup bukti," kata Azis yang penasehat hukum Ramsiah Tasruddin, Senin (7/2).

BACA JUGA: Serang Sekuriti, Geng Motor di Gowa Digulung Polisi

Dia mengungkapkan kasus yang dialami kliennya bermula saat mengkritik terhadap tindakan Nursyamsyiah selaku Wakil Dekan III FDK UIN Alauddin yang menghentikan dan menutup siaran Radio Syiar (lab fakultas).

Kritik tersebut disampaikan melalui percakapan WhatsApp Grup (WAG) bernama "Save FDK UIN Alauddin" yang anggotanya terbatas antara dosen dan diperuntukkan membahas masalah internal fakultas.

BACA JUGA: Kasus Arteria Dahlan Disetop, Pelapor Datangi Polda Metro Jaya, Ada Apa?

Nursamsyiah sendiri sebagai pelapor tidak berada dalam WAG tersebut.

Namun, atas laporan tersebut, Polres Gowa menetapkan Ramsiah sebagai tersangka pada 2019.

Azis mengatakan menilai penghentian penyidikan dalam kasus ini dengan alasan tidak cukup bukti mempertegas bahwa kasus ini sejak awal seharusnya tidak diproses.

Sebab pada faktanya komentar yang disampaikan di WAG adalah bentuk kebebasan berekspresi dan akademik, tidak bermuatan penghinaan atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud Pasal 27 Ayat (3) UU ITE.

Bahkan menurutnya, penyidikan yang dipaksakan dapat dilihat dari proses yang berlarut-larut.

Tak hanya itu, penyidik juga membuat dan mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang berbeda sebanyak 4 kali kepada jaksa.

Pihak kejaksaan tetap mengembalikan SPDP tersebut karena penyidik tidak mampu memenuhi petunjuk jaksa yang menilai berkas perkara tidak memenuhi syarat materil dan formil.

Terlebih saat dikeluarkannya Keputusan Bersama (SKB) 2021 antara Kominfo, Kejaksaan Agung dan POLRI tentang Pedoman Penerapan Pasal Tertentu dalam UU ITE Dalam SKB sangat jelas.

"Ini, kan, bukan merupakan penghinaan atau pencemaran nama baik bila konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas, seperti grup percakapan keluarga, kelompok pertemanan akrab, kelompok profesi, grup kantor, grup kampus atau institusi pendidikan," bebernya.

Aziz menilai terlepas dengan adanya kepastian hukum melalui SP3, proses hukum yang yang dilakukan oleh Polres Gowa yang terbilang cukup panjang dan bertentangan dengan asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, Dosen Ramsiah telah mengalami kerugian, baik secara materil maupun psikis.

Kejadian tersebut juga dinilai menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum.

"Polri harus melakukan evaluasi terhadap jajarannya khususnya Polres Gowa agar berhati-hati dalam menindaklanjuti laporan terkait pasal-pasal karet UU ITE, karena faktanya UU ITE sering digunakan untuk mengkriminalisasi hak kebebasan berekspresi yang sah dan proses penyidikan cenderung," tegasnya.

Penasehat hukum Ramsiah juga meminta kepada Polres Gowa untuk menyampaikan kepada publik secara resmi terkait penghentian penyidikan ini sebagai bentuk pemulihan terhadap harkat dan martabat Ramsiah. (mcr29/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : M Srahlin Rifaid

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler