Kasus IM2 Dianggap Noda 2014 Bidang Regulasi Industri ICT

Senin, 05 Januari 2015 – 10:03 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Sammy Pangerapan menyampaikan sejumlah catatan hasil evaluasi 2014.

Dikatakan, pelaku industri Information and Communication Technology (ICT) mencatat, yang paling fenomenal terkait gegap gempita Pemilu dan Pilpres 2014 dari April hingga Oktober dimana aksi kampanye sangat marak juga dilakukan di dunia maya khususnya melalui jaringan media sosial.

BACA JUGA: Likuiditas Perbankan Lebih Longgar

"Sayangnya di tengah semakin maraknya masyarakat mengenal transaksi melalui online atau e-commerce, penghujung tahun 2014 sedikit ternoda di bidang regulasi," ujar Sammy saat dihubungi wartawan (5/1).

Karenanya, dia berharap di 2015 ini pemerintah memperbaiki regulasi di bidang industri ICT ini.

BACA JUGA: Perdagangan RI-ASEAN Defisit

“Bukti masih amburadulnya regulasi di industri ICT adalah kasus IM2 dimana mantan Dirutnya ditahan gara-gara aparat penegak hukum salah menafsirkan sebuah regulasi,” ujarnya.


Meski demikian, ada yang tak boleh dilupakan bahwa di penghujung tahun 2014 sejumlah operator berlomba meluncurkan akses 4G LTE kepada pelanggannya. Tercatat, ada Indosat, Telkomsel, dan XL yang sudah memulai layanan komersial 4G LTE. Layanan ini semakin disempurnakan di awal tahun 2015.

BACA JUGA: Pengusaha Menjerit Kesetrum Tarif Listrik

Berkaca dari berbagai peristiwa yang mewarnai sepanjang tahun 2014, Sammy berharap agar pemerintahan Presiden Joko Widodo memberikan perhatian lebih kepada industri ICT. Aturan penyelenggaraan jasa internet dan operator telekomunikasi lebih dipertegas sehingga tidak ada lagi yang salah menafsirkan.

Regulasi di industri ICT ini menjadi PR bagi pemerintah yang harus segera diselesaikan. Misalnya, aturan antara penyelenggara jasa jaringan dan operator jaringan, aturan terkait layanan komersial jaringan 4G LTE, aturan terkait merger antar operator yang hingga sekarang belum jelas, dan aturan lainnya.

“Ini penting agar tidak ada lagi aparat penegak hukum yang salah mengartikan sebuah aturan main,” ujarnya.

Sammy merujuk kasus IM2 yang membuat iklim investasi dan usaha di Indonesia menjadi tidak kondusif serta menjadi ancaman akan keberlangsungan layanan internet di Indonesia. Bayangkan saja ada 200-an bos internet service provider (ISP) yang memakai mekanisme bisnis yang sama dengan IM2 terancam masuk penjara.

Bahkan jika para operator ISP itu menghentikan layanan internet akan mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit. Dalam satu jam, dari catatan APJII potensi kerugian jika Internet mati bisa mencapai Rp767,5 miliar atau Rp4,6 triliun per hari. “Itu tidak boleh terjadi lagi,” tegasnya.

Di sisi lain, Sammy memberi catatan khusus bahwa pengguna internet di tahun 2015 lebih mementingkan kualitas dan keamanan jaringan internet. Apalagi, saat ini sudah ada aplikasi yang mampu memverifikasi benar atau tidaknya sebuah website, email atau akun lainnya.

“Jadi mereka menginginkan layanan internet bukan sekedar akses saja, tapi lebih dari itu. Jaringan internet harus lebih berkualitas dan secure,” ujarnya.

Tuntutan ini seiring dengan semakin meningkatnya transaksi e-commerce dan pengguna tidak menginginkan lagi adanya email sampah (spam), akun aspal atau website yang juga aspal.

“Tuntutan lainnya, mereka menginginkan adanya national single paymentuntuk transkasi e-commerce dimana tahun 2014 belum direalisasikan. Lagi-lagi masalah secure jaringan akan mendominasi di tahun 2015,” ujarnya.

Terkait kesiapan para operator, Sammy melihat bahwa masing-masing operator telekomunikasi sudah mengantisipasinya. Mulai dari meningkatkan layanan, memperbaiki jaringan yang dimilikinya hingga meluncurkan akses cepat berupa 4G LTE.

Di sisi lain, operator juga menunggu langkah pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk membenahi infrastruktur telekomunikasi. Bahkan Ketua Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Setyanto P. Santosa sempat mengatakan pemerintah harus membenahi infrastruktur telekomunikasi untuk menopang sistem e-government. Tanpa kecepatan yang memadai, cita-cita penerapan sistem online ini seperti mimpi di siang bolong.

Pembenahan ini menjadi penting mengingat di akhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuat cetak biru demi mengembangkan Internet yang anti lelet melalui Peraturan Presiden No.96 tahun 2014 tentang Rencana Pita Lebar Indonesia 2014-2019.

Tidak tanggung-tanggung, melalui dokumen tersebut pemerintah menargetkan 30% populasi di perkotaan bisa menikmati Internet broadband pada 2019. Sementara di perdesaan, target penetrasi broadband hanya 6% saja.

Poin menarik lainnya, harga layanan broadband ini diharapkan bisa mencapai 5% dari total pendapatan per kapita. Ini tentu peluang yang menggiurkan bagi industri telekomunikasi.

“Bisa jadi ini merupakan salah satu warisan yang paling berharga untuk pembenahan infrastruktur telekomunikasi Indonesia ke depan,” pungkasnya. (sam/ril/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Awas Kredit Macet KPR


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler