jpnn.com, JAKARTA - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej mengatakan bahwa peristiwa penyerangan 27 Juli 1996 masih sulit terselesaikan.
Sebab, Komnas HAM belum mengategorikan peristiwa yang disebut dengan peristiwa Kudatuli itu sebagai pelanggaran HAM berat.
BACA JUGA: Sekjen PDIP Minta Kasus Kudatuli Harus Diungkap, Sampai ke Aktor IntelektualÂ
“Komnas HAM sampai detik ini belum pernah merekomendasikan kasus 27 Juli ini masuk dalam pelanggaran berat HAM," kata Eddy saat diskusi publik demi memperingati 26 tahun peristiwa 27 Juli di kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Kamis (27/7).
Hiariej melanjutkan hanya presiden dan mekanisme politik yang membuat peristiwa yang juga disebut Sabtu Kelabu itu dibawa ke pengadilan HAM.
BACA JUGA: Warning dari Korban Tragedi Kudatuli untuk Pembantu Presiden Jokowi, Tegas!
“Jadi setelah Komnas HAM merekomendasikan bahwa ini masuk dalam pelanggaran berat HAM, kemudian menyerahkan ke Kejaksaan Agung. Maka pembentukan pengadilan HAM ini, perlu persetujuan DPR,” ungkap guru besar di Universitas Gadjah Mada itu.
Komisioner Komnas HAM Sandra Moniaga mengatakan pihaknya hingga kini belum menentukan status kasus 27 Juli 1996 sebagai pelanggaran HAM berat.
BACA JUGA: 25 Tahun Lalu Ada Kudatuli, Hari Ini Para Pengurus PDIP Berpakaian Serbahitam
Status itu hanya bersifat kajian pada 2003 yang dibuat seorang komisioner Komnas HAM.
Dalam kajian itu memang muncul rekomendasi kepada Komnas HAM menyelesaikan sejumlah kasus dugaan pelanggaran HAM berat selerti kasus Tanjung Priok, kasus Petrus, hingga kasus DOM Aceh.
“Yang DOM Papua belum dilakukan penyelidikan. Begitu pula 27 Juli belum juga melakukan penyelidikan,” kata Sandra.
Menurutnya, penyelidikan pro justitia terhadap 27 Juli belum dibahas lagi oleh Komnas HAM.
Namun hal itu bisa berubah jika ada keputusan baru oleh sidang paripurna Komnas HAM.
“Kalau pro justitia ini tidak boleh dilakukan satu komisioner saja, itu putusan sidang paripurna dan tim dilakukan penyelidikan,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan pihaknya tidak akan pernah berhenti memperjuangkan penuntasan kasus 27 Juli 1996.
“Tentu saja kami tidak akan pernah berhenti memperjuangkan itu, kami tidak pernah pernah lelah walaupun kami menghadapi tembok-tembok ketidakadilan hukum yang terus berhadapan dengan kami untuk menuntaskannya,” kata Hasto. (ast/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Aristo Setiawan