Kasus Pelecehan Anak Sulit Terdeteksi

Rabu, 09 Januari 2013 – 08:43 WIB
BOGOR-- Tewasnya RI (11), siswi kelas V SDN 22 Petang, Pulo Gebang, Jakarta Timur, yang diduga diperkosa, mengundang keprihatinan semua pihak. Pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur itu, kini memang sedang menjadi sorotan publik.

Tak hanya di Jakarta, kasus serupa juga marak terjadi di kota ini. Seperti yang dialami AM (11). Dia mengaku pernah dijadikan pelampiasan nafsu bejat oleh orang terdekatnya sendiri yang masih ada hubungan keluarga.

"Kejadiannya sewaktu saya masih umur sembilan tahun. Itu dilakukan paman saya sendiri. Saya dipaksa melayani nafsu berahinya. Memang cuma sekali, tapi sampai sekarang masih teringat,” beber siswa salah satu sekolah di kawasan Bogor Tengah itu.

Akibat peristiwa tersebut, dia sempat mengalami perubahan perilaku. Dan enggan membicarakan masalah ini ke orang tuanya. Kasus baru terkuak saat orang tua AM melihat ada perilaku aneh pada sang buah hatinya itu.

"Saya curiga, kok anak saya berubah sikap. Yang asalnya ceria jadi pendiam. Dia pun sering mengeluh sakit saat buang air. Setelah saya desak, baru dia cerita,” ujar sang ibu.

Masalah yang dialami AM adalah salah satu dari banyak kasus pelecehan anak di bawah umur yang tak dapat terdeteksi. Menurut pemerhati sosial dan anak, Dian Rahim, dengan kondisi yang terbatas, perilaku anak akan berubah menjadi tertutup, karena perkembangan emosi aktif di dalam dirinya berubah pasif.

Dian mengimbau peran aktif semua kalangan, terutama bagi lingkungan keluarga agar lebih memperhatikan pergaulan anak, baik di dalam maupun di luar rumah. Karena pelecehan seksual itu tidak akan melihat umur.

"Yang tren saat ini adalah anak di bawah umur menjadi objeknya, karena memang masih polos. Hanya dengan diiming-imingi mainan, (pelecehan, red) itu sudah bisa,” imbuhnya.

Menurut dia, pelecehan seksual di bawah umur sudah lama terjadi di masyarakat. Hanya karena kurang perhatian pemerintah, seolah-olah kasus ini dipendam begitu saja.

"Pemkot saat ini kurang memberikan perhatian terhadap anak-anak yang sudah menjadi korban pelecehan, padahal mereka itu adalah generasi masa depan,” tuturnya. Ia berharap akan ada solusi yang bisa meminimalisasi kasus ini, walaupun itu merupakan tanggung jawab semua pihak.

Ya, dewasa ini kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi fenomena yang memprihatinkan. Hal ini terbukti dengan jumlah kasus yang meningkat signifikan dari tahun ke tahun. Ironisnya lagi, tidak semua kasus kekerasan itu dapat ditangani dan diselesaikan secara maksimal.

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) mencatat, Selama ini, P2TP2A berusaha memberikan layanan konsultasi, pendampingan atau rujukan dan perlindungan sementara (semi shelter) terhadap korban kekerasan bagi perempuan dan anak. ”P2TP2A bermitra dengan forum penanganan korban kekerasan bagi perempuan dan anak di Kota Bogor,” ujar Staf Sekretariat P2TP2A, Lulu Triana.

Dijelaskannya, penanganan terhadap korban kekerasan itu dilakukan melalui beberapa tahapan, di antaranya konseling penguatan, home visiting dan pendampingan saat BAP di PPA Polres Bogor Kota. “Khusus untuk kasus trafficking, dilakukan konseling penguatan, home visit, pendampingan saat persidangan dan pendampingan saat penyerahan anak,” ungkap Lulu.

Ia sangat menyayangkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Bogor meningkat tiap tahunnya. Padahal, kata dia, di Indonesia sudah diberlakukan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Seharusnya UU ini dapat dipahami dengan baik dan benar oleh para pelaku rumah tangga.

Namun, ia tak menampik kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak memang cukup dilematis. “Sebab, masyarakat masih menganggap, apa yang terjadi dalam sebuah keluarga merupakan urusan pribadi yang tabu dimasuki pihak mana pun,” ujarnya.(ram)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Penimbun BBM Dibekuk

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler