Kasus Pelecehan Seksual di KPI, Bang Reza: Korban Punya Bukti?

Jumat, 03 September 2021 – 17:00 WIB
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel tanggapi dugaan pelecehan seksual di KPI Ilustrasi Foto: Andika Kurniawan/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel melontarkan sejumlah pertanyaan terkait dugaan perundungan dan pelecehan seksual di KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) yang dialami korban berinisial MS.

Kasus ini mencuat setelah beredar pesan berantai berisi tentang pengakuan pria berinisial MS yang diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh rekan-rekannya di KPI.

BACA JUGA: 8 Pelaku Pelecehan di KPI Sudah Diperiksa, Sanksi Tegas Menanti

"Karena saya tidak tahu benar tidaknya isi rilis terduga korban, maka saya sebatas bisa bertanya," kata Reza dalam keterangan tertulis menjawab JPNN.com, Jumat (3/9).

Hal pertama yang dipertanyakan Reza adalah apa penjelasannya ketika ada korban yang bisa membuat catatan peristiwa traumatis berulang dengan sedemikian rapi.

BACA JUGA: Ruhut Sitompul: Ibu Kota Negara Harus Dipindahkan, Bos!

"Pengalaman traumatis lazimnya tidak ingin diingat korban," ucap Bang Reza yang lulusan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu.

Menurut Reza, kejahatan seksual adalah salah satu kejahatan yang paling sulit diungkap. Karena jarak waktu yang berjauhan antara kejadian dan munculnya keberanian untuk mencari pertolongan, sedangkan barang bukti telanjur hilang.

BACA JUGA: Kejutan Mas Nadiem soal Tunjangan Guru PPPK 2021, Alhamdulillah

Selanjutnya, kata Reza, apakah korban bisa disebut mengalami secondary victimization? Sedangkan primary victimizer atau korban utamanya adalah nama-nama karyawan yang dia tulis.

"Secondary victimizer-nya adalah aparat penegakan hukum yang oleh terduga korban disebut telah mengabaikannya. Begitukah?" ucap Reza.

Peraih gelar MCrim (Forpsych-master psikologi forensik) dari Universitas of Melbourne, Australia itu lantas menyatakan hukum bekerja dengan asas pembuktian.

"Apa bukti yang korban punya? Tanpa itu, proses hukum akan mandek. Malah korban bisa menjadi sasaran re-viktimisasi (serangan balik, termasuk pelaporan ke polisi) oleh nama-nama yang dia sebut," sebut Reza.

Walakin, andai pelecehan seksual itu benar-benar terjadi, maka ini jadi bukti bahwa lelaki pun bisa menjadi korban kejahatan seksual. Baik pelakunya lelaki maupun perempuan. Maka, pengaturannya harus dimasukkan ke dalam revisi KUHP dan RUU Penghapusan Kejahatan Seksual.

Bicara masalah sanksi ideal bila peristiwa pelecehan seksual di KPI yang dialami MS benar-benar terjadi dan pelakunya divonis, hal utama yang harus dilakukan adalah pemecatan secara tidak hormat oleh organisasinya. Kedua, pidana penjara dan denda, plus restitusi bagi korban.

"Sanksi sosial, buka identitas dan foto pelaku agar masyarakat dan perusahaan-perusahaan atau organisasi mewaspadai para pelaku," tandas Reza Indragiri Amriel.

Komisioner KPI Pusat Nuning Rodiyah sebelumnya mengatakan terdapat 8 pegawai yang diduga merupakan pelaku pelecehan dan perundungan terhadap MS.

"Yang bersangkutan itu juga karyawan non-PNS di KPI, masih bekerja dan beraktivitas," kata Nuning Rodiyah saat dihubungi JPNN.com, Jumat (3/9). (fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler