Kasus Pengadaan Tanah Pemprov DKI, KPK Jebloskan Orang Kaya Versi Forbes Ini ke Sel Tahanan

Rabu, 18 September 2024 – 18:51 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada Donald Sihombing pada Rabu (18/9). FOTO: Ilustrasi: arsip JPNN.com/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada Donald Sihombing pada Rabu (18/9).

Donald Sihombing yang masuk daftar orang terkaya ke-14 di Indonesia versi Forbes pada 2019 lalu itu ditahan KPK seusai diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara.

BACA JUGA: Sejumlah Pegiat Antikorupsi Tak Terima Honor Hakim Disunat, Bakal Mengadu ke KPK

Selain Donald Sihombing, KPK juga menahan empat tersangka lainnya kasus ini, termasuk dua petinggi PT Totalindo Eka Persada lainnya.

Keempat tersangka lain itu, yakni mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory C Pinontoan, Senior Manager Divisi Usaha atau Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya Indra S Arharrys, Komisaris PT Totalindo Eka Persada Saut Irianto Rajagukguk dan Direktur Keuangan PT Totalindo Eka Persada Eko Wardoyo.

BACA JUGA: Eks Jubir KPK Apresiasi Klarifikasi Kaesang Pangarep soal Penggunaan Jet Pribadi

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan kelima tersangka ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK untuk 20 hari pertama. Dengan demikian, kelima tersangka bakal mendekam di sel tahanan setidaknya hingga 7 Oktober 2024.

"KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung sejak 18 September 2024 sampai dengan 7 Oktober 2024. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang Gedung KPK Merah Putih," kata Asep Guntur dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

BACA JUGA: Jokowi Sampaikan Kalimat Ini Setelah Putra Bungsunya Datangi KPK

Asep PT Totalindo Eka Persada merupakan salah satu perusahaan yang menawarkan tanah kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang salah satu usahanya membeli tanah di Jakarta untuk dijadikan sebagai land bank. Lahan seluas total 12,3 hektare di Rorotan dibeli Perumda Pembangunan Sarana Jaya dari PT Totalindo Eka Persada senilai Rp371,5 miliar pada 2019 lalu.

Padahal, tanah itu sebelumnya dibeli PT Totalindo dari PT Nusa Kirana Real Estate atau PT NKRE dengan nilai yang jauh lebih murah. Lahan seluas sekitar 11,7 hektare dibeli PT Totalindo Eka Persada dari PT NKRE seharga Rp 950 ribu per meter persegi yang diperhitungkan sebagai pembayaran utang PT NKRE kepada PT Totalindo Eka Persada dengan nilai transksi total Rp117 miliar.

Akibatnya, negara dirugikan sekitar Rp 223,8 miliar akibat penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada 2019-2021.

"Nilai kerugian negara atau daerah tersebut berasal dari nilai pembayaran bersih yang diterima PT Totalindo Eka Persada dari Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebesar Rp 371,5 miliar dikurangi harga transaksi riil PT Totalindo Eka Persada dengan pemilik tanah awal, PT Nusa Kirana Real Estate setelah memperhitungkan biaya terkait lainnya seperti pajak, BPHTB dan biaya notaris sebesar total Rp 147,7 miliar," papar Asep.

Tak hanya mark up harga, Asep menyatakan pengadaan tanah di Rorotan itu dilakukan dengan berbagai penyimpangan. Beberapa di antaranya, Yoory mengarahkan untuk tidak perlu menunjuk kantor jasa penilai publik (KJPP) independen untuk menilai harga tanah. Selain itu, PPSJ juga belum melakukan kajian internal terkait penawaran KSO dari PT Totalindo Eka Persada.

Tak hanya itu, pihak Totalindo Eka Persada juga mengetahui enam SHGB tanah Rorotan masih atas nama PT NKRE dan belum ada peralihan hak kepemilikan atas tanah dari PT NKRE ke PT Totalindo.

Berbagai penyimpangan dalam proses pengadaan lahan di Rorotan itu diduga lantaran Yoory menerima fasilitas dari PT Totalindo Eka Persada. Yoory diduga menerima valas dalam dolar Singapura senilai Rp 3 miliar dari PT Totalindo Eka Persada. Selain itu, Yoory diduga mendapatkan fasilitas atau kemudahan dalam penjualan aset milik pribadi yang segera dibeli oleh pegawai PT Totalindo Eka Persada.

"Pembelian aset Saudara YCP berupa satu rumah dan satu unit apartemen oleh pegawai PT TEP tersebut atas instruksi Saudara EKW dan sumber dananya berasal dari kas perusahaan dalam bentuk pinjaman lunak kepada pegawai yang membeli aset tersebut," papar Asep.

Atas dugaan tindak pidana tersebut, Yoory, Donald Sihombing, dan tiga tersangka lainnya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (tan/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Usut Kasus Korupsi di Pemkot Ambon, KPK Periksa Raja Negeri Halong


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler