Kasus Penganiayaan pada Napi Tak Cukup Hanya dengan Sanksi Administratif

Senin, 06 Mei 2019 – 19:16 WIB
Nusakambangan. Ilustrasi Foto: Ist/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Ahmad Sahroni menyesalkan penganiayaan terhadap narapidana oleh oknum petugas lapas saat proses pemindahan ke Pulau Nusakambangan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

Menurut Sahroni, filosofi lapas adalah membina para napi agar siap kembali ke masyarakat. Bukan malah menjadikan napi sebagai target penyalahgunaan wewenang atau jabatan para oknum sipir di lapas.

BACA JUGA: DPR Minta Polri Usut Penganiayaan Napi di Nusakambangan

BACA JUGA : DPR Minta Polri Usut Penganiayaan Napi di Nusakambangan

Karena itu, Sahroni meminta Polri melakukan penyelidikan yang utuh. Hal ini untuk mengungkap dugaan pidana yang dilakukan oknum sipir lapas terhadap puluhan napi narkotika yang baru dipindahkan dari Bali tersebut.

BACA JUGA: Lantaran Sepotong Ayam Goreng, Mbak Yulianti Tega Aniaya Anak Tirinya

“Polisi wajib mengungkap keterlibatan setiap pihak yang melakukan kekerasan, memerintah, atau bahkan membiarkan peristiwa tidak manusiawi itu terjadi,” kata Sahroni, Senin (6/5).

BACA JUGA : Napi Overstay Penyebab Rutan Medaeng Overload

BACA JUGA: Pencopotan Kalapas Bukan Solusi dari Kasus Dugaan Kekerasan di Nusakambangan

Politikus Partai Nasdem itu mengatakan, sanksi administratif tidak cukup untuk menghukum para petugas tersebut.

“Sanksi administrasi tidak cukup bagi mereka yang tidak manusiawi memperlakukan sesamanya seperti hewan,” ujarnya.

Menurut dia, meskipun seorang napi kehilangan kemerdekaannya, tetapi hak-haknya sebagai seorang terpidana tetap dilindungi dalam sistem pemasyarakatan Indonesia.

BACA JUGA : Pencopotan Kalapas Bukan Solusi dari Kasus Dugaan Kekerasan di Nusakambangan

 

Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Pemasyarakatan, di mana salah satu satu hak yang dilindungi adalah diperlakukan dengan baik selama menjalani masa hukuman.

“Sipir seharusnya menunjukkan sikap sebagai pembina, bukan penguasa arogan yang bisa semena-mena terhadap napi. UU melindungi mereka dari sikap arogan seperti itu,” ungkap Sahroni.

Lebih lanjut Sahroni mengimbau kepada seluruh aparatur sipil negara (ASN) untuk bekerja secara profesional dan proporsional dalam menyikapi dinamika di lingkungan kerja.

Menurut dia, ASN dididik sebagai pelayan masyarakat yang mengedepankan pendekatan sosial dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.

Seperti diketahui, Kemenkumham memutuskan menonaktifkan Kalapas Narkotika Nusakambangan HM karena kekerasan terhadap narapidana.

HM dianggap terbukti melanggar standar operasional prosedur karena gagal mengendalikan 13 anggotanya melakukan kekerasan kepada 26 narapidana yang akan dipindahkan dari Bali ke Nusakambangan.

Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Produksi Kemenkum HAM, Junaedi mengatakan HM dimutasi ke Kanwil Kemenkumham Jateng. Pihaknya telah menunjuk Kabid Pembinaan Lapas Batu Irman Wijaya sebagai pengganti HM.

"Kalapas Narkotika telah dinonaktifkan, ditarik ke kantor wilayah. Dan kemudian Kepala Kantor Wilayah menunjuk pelaksana harian yaitu pejabat Kabid Pembinaan Lapas Batu saudara Irman Wijaya untuk melaksanakan tugas sebagai Kepala di Lapas Narkotika Nusakambangan," kata Junaedi.

Selain itu, kata Junaedi, ke-13 petugas yang diduga terlibat melakukan kekerasan telah diperiksa. Menurutnya, jika para petugas ini terbukti melakukan pelanggaran maka akan dijatuhi hukuman secara administrasi. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenkumham Banten Gelar Hari Bhakti Pemasyarakatan di Lapas Pemuda Tangerang


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler