Kasus Penipuan Online Telah Kalahkan Kejahatan Konvensional

Kamis, 21 Juni 2018 – 09:22 WIB
Ibu rumah tangga pelaku penipuan online shop, Suyanti. Foto: Pojokpitu/JPG

jpnn.com, SURABAYA - Kasus penipuan online telah menjadi raja kejahatan di Surabaya saat ini. Jumlahnya pun mengalahkan kejahatan konvensional seperti curat, curas, dan curanmor.

Banyak warga yang belum tahu bahwa teknologi digital kini perlahan jadi momok baru.

BACA JUGA: Belanja di Online Shop Rawan Pelanggaran

Bahkan sejak 2015 lalu hingga awal Mei lalu, Polrestabes Surabaya menerima 208 kasus penipuan online.

Polisi tampaknya agak kewalahan menyelesaikan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi tersebut.

BACA JUGA: Beginilah Cara WN Tiongkok Sindikat Penipu Mengelabui Polisi

Sebab, baru 121 kasus yang terungkap. Itu pun disumbang pengungkapan simultan dalam lima bulan terakhir. Pada 2018 ini ada 97 pelaporan yang terselesaikan.

Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Sudamiran menyatakan, tingginya angka pelaporan kasus penipuan online disebabkan perkembangan teknologi.

BACA JUGA: Ini Cara WN Tiongkok Sindikat Penipu Masuk ke Bali

Banyak warga yang masih gaptek (gagap teknologi) atau belum siap menerima perubahan itu. Yang biasanya jual beli tatap muka kini hanya lewat sentuhan jari di smartphone.

''Mau bagaimana lagi, realitasnya memang seperti ini,'' ucapnya.

Nah, para bandit memanfaatkan kondisi tersebut. Modus penipuannya bisa berbentuk telepon berhadiah, diminta transfer, dan memberikan kode tertentu atau salah pilih penjual barang di media sosial.

Sudamiran mengungkapkan, setiap kasus penipuan online tersebut mempunyai tingkat kesulitan yang berbeda.

Karena itu, dia tidak bisa menyebutkan adanya kendala tertentu selama masa penyelidikan.

Namun, yang patut digarisbawahi, setiap warga diminta segera melapor ke polisi begitu jadi korban penipuan.

Sebab, ada korelasi antara kecepatan pelaporan dan proses identifikasi pelapor. ''Biar segera kami lacak, kalau terlalu lama, ya susah juga itu,'' jelasnya.

Dalam struktur Satreskrim Polrestabes Surabaya, tidak ada unit khusus cyber crime yang menangani kejahatan daring.

Namun, mereka memiliki satu tim khusus TI (teknologi informasi) yang ditempatkan ke beberapa unit.

Total, ada tujuh orang personel yang mempunyai dasar kemampuan pelacakan berbasis teknologi.

Kasus penipuan online yang menonjol akan diserahkan langsung kepada Unit tipidter.

Namun, jika skala kasusnya bersifat umum dan biasa saja, kasus itu akan dibagikan secara merata ke semua unit di satreskrim.

''Di tiap unit sudah ada orang yang punya kemampuan TI,'' ungkap mantan Kasubdit III Tipikor Ditreskrimum Polda Jatim tersebut.

Sudamiran menilai lubang keamanan dalam transaksi online terletak pada tidak adanya sistem sertifikasi pada penjual maupun pembeli.

Apalagi, pola jual beli lewat media sosial cenderung sporadis dan bersifat person-to-person. Siapa pun bisa bertransaksi dengan siapa saja.

''Susahnya karena bersifat personal jual beli di online itu,'' ucapnya.

Polisi belum bisa menghitung total estimasi kerugian para korban. Namun, hampir dalam setiap laporan, nilainya bisa dipastikan mencapai Rp 500 ribu hingga Rp 20 juta.

Selama Januari-Mei 2018 ini, ada 74 kasus penipuan online yang dilaporkan ke Polrestabes Surabaya. Tentu bisa dibayangkan betapa besar potensi kejahatan siber tersebut. (mir/c20/dio/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 64 WN Tiongkok Jadi Sindikat Penipu di Bali, Begini Modusnya


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler