Kasus Penjualan Manusia Meningkat

Jumat, 28 September 2012 – 14:10 WIB
PALEMBANG--Penjualan manusia (human trafficking) di Sumatera Selatan (Sumsel) tahun ini  mengalami peningkatan dibandingkan tahun lalu. Berdasarkan data di Biro Pemberdayaan Perempuan (PP) jumlah kasus pada 2012 tercatat 30 kasus, sedangkan tahun lalu hanya 25 kasus.

Kepala Bagian (Kabag) Kualitas Hidup Perempuan Provinsi Sumsel, Roslina  mengatakan, ada banyak modus kasus penjualan manusia. Namun umumnya karena permasalahan ekonomi dan kasus tersebut rata-rata menimpa anak-anak.

“Memang harus diakui kemiskinan menjadi pokok permasalahn ini. Terkadang ada ibu yang tega menjual anaknya sendiri dengan alasan memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ujar Roslina disela-sela acara publick hearing pembentukan penyusunan Raperda perlindungan perdagangan orang (human trafficking) di Selero Swarna Dwipa, belum lama ini.

Dia menjelaskan, ada faktor lain yang menyebabkan meningkatnya kasus penjualan manusia, misalnya perempuan terbujuk rayu oleh para laki-laki yang mengatasnamakan cinta. “Tugas kita adalah melindungi. Kemudian kita melakukan rehabilitas, sedangkan  yang mengalami traumatic kita bisa bawa ke trauma center,” beber Roslina.

Melalui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) ini, dia berharap,  payung hukum dapat berjalan optimal. Selain itu, masyarakat lebih memahami serta ikut mencerdaskan diri. “Sebelumnya sudah ada Peraturan Gubernur (Pergub) No 16 tahun 2009 tentang gugus tugas perlindungan hukum bagi perempuan. Tapi ini tidak berjalan optimal. Diharapkan Raperda ini  rampung tahun ini,  mengingat perlidungan perempuan itu sangat penting,” ungkapnya.

Terpisah,  Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Sumsel, Siti Romlah mengungkapkan, peningkatan kekerasan terhadap anak justru mengalami peningkatan hingga 20 persen atau dibandingkan tahun lalu jumlah angka kasus yang masuk sebanyak 22 kasus sedangkan tahun 2012 36 kasus. “Artinya kekerasan kepada anak  tidak dapat ditolerir. Kami berharap ke depan sosialisasi terus dilakukan baik kepada anak yakni lingkup pendidikan di sekolah misalnya anak dan guru harus lebih mengutamakan kesopanan,” terangnya.

Dia menambahkan, pihaknya  akan mengajukan Mata Pelajaran (Mapel) Muatan Lokal supaya dapat memberikan batasan kepada guru dan anak. Sehingga anak bisa segan dan guru juga tidak dengan mudah mengancam atau memberikan hukuman kepada siswa yang salah.

Menurutnya, Undang-undang Nomor 23/ 2002  tentang perlindungan anak tidak berjalan maksimal. Padahal sudah jelas sanksi yang melanggar yakni 15 tahun penjara dan dikenakan denda. “Kita berharap,  penyuluhan ini menekan kekerasan kepada anak. Ini harus kita lakukan mulai dari diri sendiri,” tandasnya. (ati)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Separuh Hutan Sumsel Rusak

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler