jpnn.com, SINGAPURA - Pemerintah Singapura akan memperpanjang masa karantina wilayah hingga 1 Juni 2020 untuk menekan kenaikan tajam infeksi virus corona, kata Perdana Menteri Lee Hsien Loong pada Selasa (21/4).
Karantina yang meliputi penutupan sebagian besar tempat kerja dan sekolah dan disebut sebagai "pemutus sirkuit", sebuah langkah untuk memutus rantai penularan COVID-19, semula ditetapkan hingga 4 Mei 2020.
BACA JUGA: Sadis! Pengemudi Mobil WHO Pengangkut Sampel Lendir Covid-19 Ditembak
Namun, Singapura telah mencatat lonjakan tajam jumlah kasus dalam beberapa pekan terakhir yang dipicu oleh infeksi di asrama pekerja migran yang sempit, banyak di antaranya berada di bawah aturan karantina yang diberlakukan pemerintah.
Singapura melaporkan 1.111 kasus baru virus corona pada Selasa, menjadikan total infeksi di negara itu mencapai 9.125 kasus, setelah mencatat kenaikan harian 1.426 kasus pada Senin (20/4).
BACA JUGA: Luhut Ibaratkan Proses Larangan Mudik Seperti Operasi Militer
"Karena itu kami akan memperpanjang 'pemutus sirkuit' selama empat minggu lagi," kata Lee dalam pidato yang disiarkan stasiun televisi.
Lee mengatakan perpanjangan masa karantina akan membantu menurunkan jumlah kasus dan memastikan infeksi di asrama migran tidak menyebar ke masyarakat yang lebih luas.
BACA JUGA: Tanpa Sanksi, Larangan Mudik Hanya Dianggap Imbauan
"Kemudian, asalkan kita telah menurunkan jumlah kasus di masyarakat, kita dapat melakukan penyesuaian lebih lanjut dan mempertimbangkan untuk mengurangi beberapa langkah," katanya.
Menteri Keuangan Singapura mengatakan pada konferensi pers bahwa pemerintah akan memperluas langkah-langkah dukungan ekonomi, termasuk subsidi upah, untuk membantu bisnis mengimbangi dampak dari periode karantina yang berlangsung lebih lama dengan biaya 3,8 miliar dolar Singapura.
Kepala regional Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada Selasa bahwa Singapura, yang memiliki jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan di Asia Tenggara, menghadapi "tantangan yang sangat sulit" dari lonjakan infeksi baru-baru ini, tetapi memiliki sistem perawatan kesehatan dan kapasitas manajemen risiko untuk menanganinya. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fajar W Hermawan