Kasus PT IBU Harus Jadi Momentum Lawan Kartel Pangan

Jumat, 04 Agustus 2017 – 21:14 WIB
Fadel Muhammad. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Masyarakat Agribisnis dan Agroindustri Indonesia (MAI) menilai tindakan hukum terhadap PT Indo Beras Unggul (IBU) menjadi momentum untuk melawan praktik kartel pangan.

Hal tersebut sekaligus untuk menata ulang struktur industri pangan nasional.

BACA JUGA: Muhaimin Iskandar Bersama Dua Menteri Panen Raya Padi di Ciparay

"Kita tidak boleh lengah. Harus waspada dan antisipasi terhadap gejala yang terjadi sehingga struktur industri perberasan kembali on the right track sesuai amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan," ujar Ketua Umum MAI Fadel Muhamad di Jakarta, Jumat (4/8).

Dia menambahkan, beras merupakan pangan pokok yang menguasai hajat hidup rakyat.

BACA JUGA: Beras Menyangkut Hajat Hidup Orang Banyak, Harus Dikendalikan Pemerintah

Karena itu, pemerintah berkewajiban mengatur dan mengawasinya.

Fadel melihat tren ketimpangan struktur industri perberasan ke depan kian riskan. Sebab, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2012, terdapat 182 ribu penggilingan.

BACA JUGA: Mentan Minta Mahasiswa Kerja Keras

Sebanyak 94 persen penggilingan kecil dan keliling dengan kapasitas kurang 1,5 ton beras per jam.

Selain itu, sekitar 6.800 unit atau lima persen penggilingan kelas sedang.

Sementara itu, sekitar dua ribu atau satu persen  penggilingan besar dengan kapasitas  di atas tiga ton per jam.

Bahkan, ada sekitar lima perusahaan sangat besar dengan fasilitas pabrik penggilingan beras terpadu (rice processing complex/RPC) berkapasitas sangat besar mencapai ratusan ribu ton beras per tahun.

"RPC unggul dalam efisiensi teknis dan ekonomis. Sementara, penggilingan kecil dan keliling yang tidak efisien secara teknis," beber Fadel.

Lima perusahaan sangat besar yang bergerak dalam perberasan itu, antara lain, PT Tiga Pilar Sejahtera karena memiliki kapasitas 810 ribu ton per tahun pada 2017.

Perusahaan itu juga berencana meningkatkan produksi mencapai dua juta ton per tahun pada 2020 atau menguasai lima persen pangsa beras nasional.

Perusahaan besar lain di bisnis perberasan adalah PT PBS, PT PUI, dan PT PLI di Jawa Timur dengan kapasitas 150 ribu ton pada 2014 serta PT SEP dengan dua pabrik di Sumatera berkapasitas 200 ribu ton di tahun sama.

Terlebih, menurut catatan Perpadi, kapasitas total penggilingan mencapai 200 juta ton gabah.

Artinya, dengan produksi gabah nasional 79,3 juta ton per 2016, dipastikan terjadi persaingan kuat antarpenggilingan dalam menyerap gabah dan diyakini pemenangnya adalah perusahaan kakap.

"Apabila ada kolusi di antara mereka, maka terjadi kartel beras. Bila berjalan bertahun-tahun, maka ibarat bola salju, menggulung kian besar dan menggurita. Hal ini tidak boleh terjadi dan harus diatur sejak sekarang," tegasnya.

Gejala tersebut kini telah terlihat. Dari 29 ribu penggilingan anggota Perpadi, 92 persennya penggilingan kecil.

Sekarang tinggal 40 persen karena kalah bersaing membeli gabah.

Perusahaan sangat besar itu diprediksi mengalahkan Bulog dalam pengendalian harga gabah maupun beras.

Jika itu terjadi tentu mengancam ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.

"Kini saatnya untuk mengkaji dan menata ulang struktur industri perberasan, sehingga kembali ke arah yang benar sesuai amanat Undang-Undang Nomor 18/2012 tentang Pangan," kata Fadel.

Dia menyuarakan hal itu lantaran UU Pangan cukup komprehensif dari sistem produksi dengan melindungi petani, mengatur distribusi, pemasaran, perdagangan, stabilisasi pasokan.

"Dan mengatur harga pada tingkat produsen dan konsumen," lanjutnya.

Guna membatasi ruang gerak mereka, MAI menyarankan beberapa poin kepada pemerintah.

Pertama, mengatur laju perkembangan RPC atau penggilingan padi besar (PPB) dengan mengatur cakupan (coverage) produksi gabah di kabupaten sekitar dari lokasi pabrik.

"Semestinya tidak boleh melakukan merger dengan perusahaan lain serta tidak boleh PMA hadir pada penggilingan padi, baik secara langsung maupun tidak langsung," ucap Fadel.

Kedua, penggilingan skala kecil direvitalisasi dan bermitra dengan Bulog.

Ketiga, mengawasi ketat penggilingan kecil keliling, agar memenuhi standar kelayakan teknis dan efisiensi.

Keempat, mengatur harga beras medium dan beras premium sehingga efektif menstabilkan harga dan memberikan perlindungan bagi konsumen beras. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Siap-Siap, Sambut Kejayaan Kopi Indonesia di Dunia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Kementan  

Terpopuler