Kata Ahli Bahasa, Menteri ESDM Boleh Laporkan Ketua DPR

Selasa, 24 November 2015 – 17:37 WIB
Menterti ESDM Sudirman Said. FOTO: dok/jpnn.com

jpnn.com - JAKARTA - Perdebatan tentang legal standing Menteri ESDM Sudirman Said yang melaporkan dugaan pelanggaran etika Ketua DPR Setya Novanto terkait skandal dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden serta permintaan saham kepada PT Freeport Indonesia terjawab sudah.

Ahli bahasa DR Yayah Basariah yang dihadirkan dalam rapat MKD, Selasa (24/11) menyatakan seorang menteri boleh melaporkan Ketua DPR, tidak terbatas oleh jabatan menteri/eksekutif yang melekat terhadap dirinya. 

BACA JUGA: Partai Komunis Tiongkok dan PDIP Bahas Percepatan Pembangunan Soekarno House

Dengan demikian, ketentuaan legal standing Sudirman Said berdasarkan Bab IV Pasal 5 ayat (1) tentang tata beracara MKD, tidak perlu diperdebatkan lagi. 

Secara utuh, dalam pasal itu disebutkan laporan 'dapat' disampaikan oleh a; Pimpinan DPR atas aduan Anggota terhadap Anggota;  b. Anggota terhadap Pimpinan DPR atau Pimpinan AKD; dan/atau  c. masyarakat secara perseorangan atau kelompok terhadap Anggota, Pimpinan DPR, atau Pimpinan AKD.

BACA JUGA: Pastikan Dua Anggota DPRD Tidak Langsung Ditahan

"Kalau bicara tentang pengertian masyarakat perseorangan lalu ditautkan dengan Menteri yang menjadi pengadu, maka esuai maknanya, perseorangan itu individual, boleh atau dapat sesuai dengan makna, diizinkan, tidak dilarang, sesuai makna yang terkandung dalam makna. Jadi tidak dilarang, diizinkan disampaikan oleh Pak Menteri misalnya. Atau boleh disampaikan menteri," kata Yayah Basariah.

Sebelum memberikan penjabarannya, Wakil Ketua MKD Junirmart Girsang sudah lebih dulu meminta Yayah memberikan dokumen yang menyatakan Yayah Basariah serang ahli bahasa. 

BACA JUGA: Senangnya, Para Guru Makan Siang Bareng Presiden di Istana

Setelah menunjukkan dokumen, Yayah juga meyakinkan MKD bahwa dirinya sudah jadi ahli bahasa sejak 1976.

"Saya Socio linguist. Beberapa kali menjadi saksi ahli. Saya melihat bahasa dari konteks sosial. Saya melihat bahasa tidak bebas dan monolitik. Karena ini bahasa hukum Indonesia bukan bahasa Indonesia hukum. Saya peneliti bahasa. Jadi socio linguist sejak 1976," tegasnya.

Nah, dalam paparannya soal makna kata 'dapat' dalam tata beracara MKD sesuai pasal 5 Ayat 1, Yayah menjelaskan bahwa dalam konteks struktur kalimat yang dimaksud, makna kata 'dapat' adalah 'bisa' atau 'boleh'. Dalam kamus menyatakan bahwa kata dapat adalah bisa dan boleh. 

Yayah juga mengatakan kata 'boleh' menjadi bagian makna kata 'dapat'. Kata boleh setelah ditelusurinya dalam kamus, bermakna 'dapat'. Bahkan ada makna sejalan dengan itu yaitu, boleh juga bersinonim dengan diizinkan dan bersinonim atau berpadanan dengan tidak dilarang.

Dengan kata lain, lanjutnya, untuk membaca konteks pengaduan dapat disampaikan oleh dapat bersulihan, boleh disampaikan, diizinkan disampaikan, tidak dilarang disampaikan dan sesuai tertera, dapat disampaikan.

"Kata 'dapat' tergolong pada bentuk kata bantu. Harus dibaca dengan kata kerja yang mengikutinya, yaitu 'dapat disampaikan'. Saya juga membaca pengertian siapa itu pengadu. Pengadu juga disebut di situ setiap orang. Siapapun orang bisa mengadu. Dalam kata pengadu saya peroleh dari UU juga. Jadi bagi saya, konteks masyarakat secara perseorangan adalah perseorangan sebagai masyarakat yang sama maknanya dengan setiap orang berhak mengadu kepada MKD," tegasnya.

Mendapat penjelasan dari Yayah, Ketua MKD Surahman Hidayat mengucapkan terimakasih karena MKD telah mendapat penjelasan soal mak kata 'dapat' yang menjadi perdebatan dalam menindaklanjuti perkara Ketua DPR Setya Novanto yang dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said. 

"Terima kasih, tapi forum ini tidak mengambil keputusan, tapi nanti di pleno (keputusannya). Klarifikasi makna kata sudah disampaikan," ujarnya.(fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengharukan, Pertemuan Jokowi dan Gurunya Saat SMP dan SMA


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler