jpnn.com, SURABAYA - Sejumlah UKM bermunculan di kawasan eks lokalisasi Dolly. Terbaru, muncul kampung telur asin. Warga kini sudah move on secara ekonomi dan tak lagi berharap dari perputaran uang bisnis prostitusi.
Hampir setiap hari ada pesanan yang diterima warga di RT 5, RW 3, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan. Produk telur asin beserta turunannya cukup dikenal. Permintaan pun semakin banyak. ''Kami layani dinas-dinas di pemkot, hotel, dan pesanan masyarakat,'' kata Nirwono Suprihadi, ketua RT di kampung tersebut.
Kampung itu kini dikenal sebagai kampung telur asin. Merujuk pada julukannya, tentu saja kampung tersebut menjadi salah satu sentra industri telur asin rumahan terbesar di Surabaya.
Keberhasilannya sekarang tak terlepas dari perjuangan Nirwono bersama warga beberapa tahun terakhir. Mereka berjuang melalui unit kegiatan masyarakat (UKM) yang bernama Pujaa. UKM itu berkembang hingga sekarang.
UKM Pujaa merupakan binaan Pemkot Surabaya. Warga yang tergabung dalam UKM tersebut diajari membuat telur asin beserta produk turunannya. Di antaranya, botok telur asin, geprek telur asin, dan salto alias salted egg tattoo. Penjualannya semakin laris karena pasar semakin luas.
Luasnya pasar disebabkan sistem pemasaran tidak hanya menggunakan cara manual. Nirwono bersama warga juga memanfaatkan aplikasi. Karena itu, banyak warga Surabaya yang sudah menikmatinya. Hanya, mereka kurang paham bahwa produk yang dibeli merupakan khas kampung Dolly.
Nirwono mengatakan, usaha bersama tersebut semakin pesat. Warga di sekitar RT 5, RW 3 sudah merasakan. Produk yang dijual Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu itu menjadi peluang baru. ''Itu pula yang membuat warga semakin kreatif dalam mengembangkan potensi ekonomi di wilayah kami,'' ucapnya.
Nirwono yang memiliki pengalaman di bidang marketing dan promosi itu yakin usaha yang dibangun bersama tersebut bisa besar. Telur asin dan produk turunannya sangat digemari masyarakat. Selain itu, kuliner merupakan salah satu cabang bisnis yang tidak akan pernah redup. Selama masih ada orang hidup, kebutuhan kuliner akan terus ada.
Sebenarnya botok telur asin dan geprek telur asin hanya produk turunan. Awalnya, kampung tersebut dikenal sebagai pemroduksi telur asin. Ciri khas itu sudah diketahui sebagian besar masyarakat Sawahan.
Usaha pembuatan telur asin dikembangkan warga setelah mendapat pendampingan dari pemkot. Warga membeli telur bebek, lalu memproses dan menjualnya. Kegiatan tersebut berlangsung dari tahun ke tahun.
Selama proses produksi, ada kendala yang dihadapi. Banyak telur asin yang tidak bisa dijual karena retak. Akibatnya, ada kerugian di setiap produksi dan warga sendiri yang menanggungnya.
Seiring dengan berjalan waktu, pemkot bersama tim yang menangani kawasan terdampak penutupan Dolly berusaha mencari jalan keluar. Tidak semua telur yang retak itu rusak. Masih ada yang bisa difungsikan.
Kemudian, tim tersebut mengajak warga untuk membuat produk turunan. Pelatihan pun digelar. Ada beberapa jenis produk yang dihasilkan. Semua berbahan dasar telur asin. ''Produk turunan itulah yang sekarang dikembangkan,'' ucapnya.
Warga juga mendapat masukan dari mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang mengadakan kegiatan di kampung tersebut. Mereka memunculkan produk salto yang cukup dikenal.
Setelah produk jadi, ada pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan. Yakni, memperluas pemasaran. Warga bersama tim Dolly Saiki Point pun membuat terobosan baru. Dulu warga menunggu pembeli. Konsep itu kini diubah. ''Warga harus jemput bola,'' ucap Luthfi Nur Zaman, relawan dari Dolly Saiki Point.
Selain itu, Luthfi mengupayakan pinjaman modal. Nilainya tak banyak. Yang penting bisa memicu warga untuk mengembangkan usaha tersebut. Terbukti, dari modal itu, warga bisa bangkit serta berkarya hingga sekarang.
Untuk membentuk pasar, Luthfi bersama tim memanfaatkan jaringan di beberapa instansi dan perusahaan di Surabaya. Jaringan itu menjadi sasaran penawaran produk warga. ''Hasilnya cukup efektif,'' katanya. (thoriq/c7/ano)
BACA JUGA: KLHK Dorong Praktik Green Business pada UKM
BACA ARTIKEL LAINNYA... Warga Dolly Tuntut Bu Risma Bayar Rp 270 Miliar
Redaktur : Tim Redaksi