Kawasan Pantura Jakarta Jadi Alternatif

Selasa, 31 Januari 2017 – 21:48 WIB
ILUSTRASI. FOTO: Dok. JPNN.com

jpnn.com - jpnn.com - Sebagai kota pesisir, 40 persen topografi Jakarta lebih rendah dari laut. Itu sebabnya dulu Belanda membangun Jakarta di darat.

“Namun, pascakemerdekaan, Gubernur Ali Sadikin berhasil membangun Pluit. Itu menjadi contoh bahwa rawa bisa dibangun,” kata Rudy Tambunan, pakar perkotaan yang juga dosen Universitas Indonesia (UI) di Jakarta, Selasa (31/1).

BACA JUGA: Usut Reklamasi, KPK Segera Temui Plt Gubernur DKI

Menurut Rudy, Jakarta yang semakin padat memerlukan solusi. Migrasi penduduk ke ibukota dari waktu ke waktu ternyata berlipat ganda. Jumlah penduduk Jakarta meningkat dua kali lipat hanya dalam sekian tahun. Jika jumlah penduduk meningkat dua kali lipat, berarti sarana dan prasarana harus meningkat dua kali lipat juga.

Sayangnya, pemerintah tidak bisa menyediakan prasarana mengantisipasi perkembangan tersebut. Karena itulah, orang-orang yang datang ke Jakarta mencari rumah sendiri.

BACA JUGA: Prabowo: Ada Ketakutan Ahok Kalah

“Tanah siap bangun tidak ada, mereka pun menempati tanah di pinggir sungai, dan tempat-tempat lain termasuk di pantai Jakarta," jelas Rudy.

Karena tanah di pantai sudah digunakan, maka diperlukan tanah baru. Dari situlah Jakarta mulai memikirkan solusinya dan terciptalah pantai mutiara. Berikutnya, untuk pengembangan pantai utara (Pantura) Jakarta, Pemerintah DKI mulai melakukan studi antara 1990 sampai 1993.

BACA JUGA: Anies: Saya Akan Jadikan Jakarta Tempat untuk Berpahala

"Langkah ini kemudian dilanjutkan tahun 1993 sampai 1995 untuk menyusun konsep pengembangannya," ujar Rudy.

Akhirnya, tahun 1995 itu keluar istilah Pantura sebagai kawasan andalan. Di tahun yang sama, terbit Keputusan Presiden yang mendorong DKI untuk cepat melaksanakan reklamasi.

Sayangnya, tahun 1998 krisis datang menghampiri. Realisasi reklamasi mandek. Baru di tahun 2003 berbagai pihak mulai diajak.

"Kemudian, badan pelaksana Pantura dibentuk untuk menjadi semacam pemandu," cerita Rudy.

Semua pihak memahami bahwa membangun dan melaksanakan reklamasi ongkosnya mahal. Sehingga, pemerintah pun mengundang pihak swasta sebagai mitra pelaksana. Dari sekian mitra, tadinya ada beberapa yang akan mulai melaksanakan reklamasi pada 2007 tapi tertunda. Pembangunan fisik yang pertama pada 2003.

Pemerintah mengundang dunia usaha untuk menjadi mitra dengan pendekatan PPP (Public-Private Partnership). Ada perjanjian kerja, dan dalam perjanjian ini sudah ditentukan siapa berbuat apa.

"Nah pihak swasta akan melakukan apa yang menjadi kewajibannya. Sementara, kewajiban pemerintah antara lain membakukan rencana tata ruang," terang Rudy.

Emil Salim, pernah mengatakan untuk land provision atau penyediaan lahan masa depan, reklamasi menjadi keniscayaan.

"Karena pantura Jakarta masih mengalami penurunan maka reklamasinya harus mempertimbangkan semua syarat-syarat yang berlaku," jelas Rudy.(esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anies-Sandi Berkomitmen Tolak Reklamasi demi Lingkungan


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Pantura   reklamasi  

Terpopuler