jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi mengatakan perlu komitmen menjaga laut secara bersama dengan regulasi dan undang-undang (UU) yang cukup memadai.
Anggota MPR Fraksi Partai Golkar itu mengingatkan untuk tidak lagi mengeksploitasi bibir pantai, mulai pasir sampai mangrove-nya.
BACA JUGA: Siswa Miskin Dapat Subsidi Kuota 35 GB per Bulan, Siswa Tajir Juga Kebagian
Menurut Dedi, tidak boleh lagi ada eksploitasi laut secara berlebihan yang menimbulkan kerusakan ekosistem dalam jangka panjang.
"Kepentingan ekonomi jangka pendek tidak boleh menghancurkan kepentingan anak cucu kita ke depan," kata Dedi dalam diskusi Empat Pilar MPR “Pengelolaan dan Pemberdayaan Wilayah Kepulauan dan Pesisir” di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (28/8).
BACA JUGA: Masih Ada yang jadi Korban Sistem Zonasi, Mau ke Sekolah Swasta Tetapi Tak Mampu Biaya
Hadir pula Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid, Wakil Ketua DPD Sultan Baktiar Najamuddin, dan Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Muhammad Yusuf.
Dedi menyoroti persoalan kekayaan alam, seperti mineral hingga sumber daya laut, yang tidak berimplikasi kepada kesejahteraan masyarakat di sekitarnya termasuk di wilayah kepulauan dan pesisir.
Menurut Dedi, yang menjadi persoalannya adalah pengelolaannya masih tersentralistik.
Namun, kata Dedi, ketika otonomi daerah berkembang, dan memiliki kewenangan melakukan pengelolaan keuangan dan kebutuhan pembangunan di daerahnya, banyak kepala daerah yang tidak amanat.
"Yang tidak mendorong sumber daya keuangan daerahnya untuk kesejahteraan masyarakat, lebih banyak membeli kebutuhan yang tidak dibutuhkan oleh masyarakat dibanding kebutuhan oleh masyarakat," ungkap Dedi.
Menurut Dedi, hal itu bukan hanya terjadi pada aspek-aspek pengelolaan sumber daya. Namun, juga terjadi pada persoalan industri.
Industrinya pesat, lingkungannya mengalami kemiskinan, rakyatnya menganggur.
"Ini problem Indonesia secara keseluruhan," tegas Dedi, yang juga mantan bupati Purwakarta itu.
Dedi menjelaskan solusinya adalah sistem pembagian keuangan antara pusat dan daerah harus mulai diatur. Bukan hanya pada kebijakan antara provinsi dengan pusat. Bukan hanya kebijakan antara kabupaten dengan pusat.
Dia berpendapat, jika ada sebuah wilayah yang mencakup satu desa atau kecamatan maka pendapatan dari pengelolaan sumber daya di situ harus jatuh pada desa atau kecamatan tersebut.
Namun, Dedi mencontohkan, supaya tidak terjadi penyimpangan, maka negara melakukan pengaturan bahwa di tahun pertama dana bagi hasil yang sekian persen itu diperuntukan untuk kebutuhan tertentu di masyarakat dengan mengacu data seperti data Badan Pusat Statistik (BPS).
"Misalnya, tahun pertama kebutuhannya A, tahun kedua B, tahun C, tahun keempat D , tahun kelima adalah E, sampai pada Z," katanya.
Nah, Dedi menjelaskan kalau sudah sudah sampai pada tahun Z, maka desa atau kecamatan atau kabupaten itu dianggap selesai masalahnya. "Berikutnya, daerah itu menjadi pemegang saham dari pengelolaan sumber daya alam itu," ungkapnya.
Dengan demikian, Dedi berujar, daerah itu bisa mendapatkan dividen. Tidak mesti menunggu pembagian dana bagi hasil lagi.
"Dan bagi hasil bisa digeser ke tempat lain," ujarnya.
Menurut Dedi, sistematika pengelolaan keuangan yang ditarik ke atas, kemudian ditentukan berdasar usulan dari bawah, lalu ada perjalanan politik yang begitu panjang, mengakibatkan daerah-daerah terisolir yang jauh dari pusat kekuasaan, menjadi paling sulit mendapat kue pembangunan.
"Padahal merekalah daerah-daerah yang memberikan kontribusi keuangan yang besar bagi negeri ini," kata dia.
Nah, Dedi menuturkan sistematika inilah yang harus bicarakan bersama antara MPR, DPR, DPD. "Untuk sama-sama merumuskan bahwa pembangunan di Indonesia harus segera terjadi kecepatan kesejahteraan publik," katanya.
Dia melanjutkan sistem pembagian keuangan pusat-daerah dan desa harus diatur berdasarkan sumber pendapatan negara di wilayah tersebut sehingga daerah-daerah yang terjadi eksploitasi sumber daya alamnya mengalami percepatan kemajuan dan kesejahteraan.
"Anak-anak mudanya dididik sekolah yang memadai sehingga mereka menjadi orang-orang yang mengambil keputusan di seluruh industri yang ada di lingkungan," pungkas Dedi. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy