Keadilan Restoratif, Kejagung Setop Kasus Cekcok Tetangga Berujung Pelanggaran UU ITE di Aceh

Jumat, 14 Januari 2022 – 15:54 WIB
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezar Simanjuntak, Rabu (8/9/2021) (ANTARA/M Riezko Bima Elko P/21)

jpnn.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung kembali menerapkan keadilan restoratif dalam penanganan perkara tindak pidana.

Menurut keterangan resmi yang diterima redaksi, Jumat (14/1), Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana telah menyetujui penghentian perkara pelanggaran UU ITE dengan tersangka M Jafar
yang ditangani Kejari Aceh Utara.

BACA JUGA: Pantau Penerapan Keadilan Restoratif di Aceh, Jaksa Agung Sampaikan Peringatan Tegas

"Jaksa Agung Muda Pidana Umum melakukan ekspose dan menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak.

Leonard menjelaskan, kasus ini berawal dari perselisihan di desa pelaku antara Trisno dan Muslem soal penebangan pohon yang terjadi pada 15 Mei 2021.

BACA JUGA: Revisi UU Kejaksaan Dukung Penerapan Keadilan Restoratif

Cekcok kedua orang yang tinggal bersebelahan itu sampai memaksa aparat dari Polsek Nisam turun tangan meredakan situasi.

Keesokan harinya, unggahan tersangka di akun Facebook miliknya menghebohkan desa.

BACA JUGA: Keadilan Restoratif di Kasus Valencya, Langkah Jaksa Agung Dinilai Tepat

"Unggahan itu memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik terhadap saksi Trisno yang masih dihubung-hubungkan dengan kejadian cekcok dengan Muslem," ujar Leonard.

Trisno pun melaporkan Jafar ke polisi yang kemudian menetapkannya sebagai tersangka.

Setelah penyidikan rampung, Trisno dilimpahkan ke kejaksaan untuk proses penuntutan.

Namun, jaksa menilai perkara ini layak dihentikan berdasarkan asas keadilan restoratif.

Adapun alasan pemberian penghentian penuntutan antara lain, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, pasal yang disangkakan ancamannya kurang dari 5 (lima) tahun; telah ada kesepakatan perdamaian antara tersangka dengan korban pada tanggal 30 Desember 2021 (RJ-7).

Alasan lainnya, korban dan keluarganya merespons positif keinginan tersangka meminta maaf. Korban pun telah memaafkan.

"Selain kepentingan korban, juga dipertimbangkan kepentingan pihak lain yaitu dimana tersangka masih memiliki masa depan yang panjang dan lebih baik lagi kedepannya. Cost dan benefit penanganan perkara serta mengefektifkan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan ikut dipertimbangkan," beber Leonard.

Selanjutnya Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Utara akan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Sebelum diberikan SKP2, Tersangka telah di lakukan perdamaian oleh Kepala Kejaksaan Negeri tersebut baik terhadap korban, keluarga korban, yang disaksikan oleh Tokoh Masyarakat maupun dari penyidik Kepolisian. (ant/dil/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler