Kebayang Gak Sih, Mahasiswa Kedokteran Kuliah Sampai 13 Tahun

Kamis, 29 September 2016 – 06:59 WIB
Para dokter berunjuk rasa. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA--Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Dr M Adib Khumaidi berjanji akan terus berjuang agar UU 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran (Dikdok) direvisi.

Jika tidak, banyak generasi muda yang akan menghabiskan masa remajanya di Fakultas Kedokteran.

BACA JUGA: SBY Tak Akan Tinggal Diam Anaknya Disebut Seperti Tukang Parkir

"Kasihan nanti calon mahasiswa FK. Mereka akan menghabiskan masa remajanya di bangku kuliah karena kewajiban menempuh pendidikan 11-13 tahun,"‎ kata Adib di Jakarta.

Ada keganjalan dalam UU 20/2013‎, karena dokter diharuskan menambah pendidikan layanan primer.

BACA JUGA: Senator Mervin Kritik Menlu Soal Papua di Sidang PBB

UU ini juga memasukkan dokter layanan primer ke dalam jenis profesi baru kedokteran.

Padahal dunia kedokteran internasional tidak mengenal gelar setara spesialis dokter layanan primer.

BACA JUGA: Pak Jaksa, Apa Kabar Kasus Penggelapan Pajak Asian Agri?

"Dokter layanan primer akan dijadikan spesialis, padahal ilmunya ini cukup ditempuh lewat pendidikan tambahan. Namanya spesialis, waktu pendidikannya dua sampai tiga tahun. Alhasil, biaya pendidikan dokter makin mahal," tuturnya.

Adib‎ menyebutkan, layanan primer adalah wilayah pelayanan. Tidak ada satu pun negara yang menyebutkan primary care physician sebagai gelar profesi khusus yang berpraktik di layanan primer.

Dokter layanan primer adalah komunitas dokter yang memberikan pelayanan kesehatan pada fasilitas layanan primer, meliputi dokter umum, dokter keluarga, dokter spesialis, dokter anak, dokter penyakit dalam, dan dokter psikiatri.

"Simulasi pelaksanaan program dokter layanan primer (DLP) memerlukan waktu 30-50 tahun untuk men‎-DLP-kan dokter umum yang akan bekerja di layanan primer. Itupun belum termasuk 8000 lulusan dokter setiap tahun yang terus dihasilkan. Intinya, program ini tidak realistis, tidak signifikan, tidak efisien, dan memboroskan APBN," pungkasnya. (esy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Percuma Teknologi Maju tapi Tak Berbudaya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler