Kebijakan BBM Dinilai Langgar UUD 1945

Senin, 19 Maret 2012 – 12:33 WIB

JAKARTA -- Ketua Eksekutif Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Gunawan, mengatakan, pemerintah bisa dianggap melanggar UUD 1945 apabila tetap menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan berpatok pada kenaikan harga minyak dunia.

Menurutnya, pasal 33 UUD 1945 mengamanatkan bahwa yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus dalam penguasaan negara bukan diserahkan kepada mekanisme pasar."BBM adalah hajat hidup orang banyak yang berbeda dengan mobil mewah ataupun sepeda motor," kata dia, Senin (19/3), di Jakarta.

"Makanya harus diatur pemerintah, tak boleh hanya berpatokan pada harga pasar dunia. Itu melanggar UUD 1945 namanya," tegasnya.

Ia menambahkan, harga minyak dunia tidak akan membuat jebol APBN jika negara mengoptimalkan penerimaan negara. Dia menilai agak aneh, bila pemerintah tetap membebani rakyat dengan mencabut subsidi setelah mendiskon penerimaan negara. "Misalnya dengan membiarkan Freeport tetap membayar royalti emas sebesar 1 persen. Padahal Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2003 mengatur royalti emas minimal 3,75 persen," jelasnya.

Gunawan mengatakan jika Freeport membayar kekurangan royalti dari tahun 2003 hingga 2010 saja, negara akan mendapat penerimaan kurang lebih USD 250 juta.
Pemerintah juga bisa mengefisienkan pembelanjaan negara agar APBN dapat dipertanggungjawabkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. "Misalnya menghentikan alokasi anggaran untuk pembangunan gedung DPR, renovasi ruangan Banggar DPR, studi banding DPR, dan untuk membeli pesawat kepresidenan," ujarnya.

Gunawan menyatakan logika pemerintah juga salah ketika bermaksud memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai perlindungan sosial sebagai kompensasi kenaikan BBM. Karena di saat yang sama, Pemerintah dan DPR tidak mengalokasikan anggaran kesehatan lima persen dari APBN sebagaimana perintah UU Kesehatan."Alasannya keuangan negara tidak mencukupi. Jadi ironi semua satu dan lainnya," ungkapnya.

Dia melanjutkan sangat ironis ketika keuangan negara minus yang kemudian ditutup dengan utang luar negeri yang bunganya mencekik APBN, akan tetapi bangsa Indonesia surplus sumberdaya produktif yaitu kekayaan alam."Seharusnya perlindungan sosial bagi rakyat ditempuh melalui redistrubusi sumberdaya produktif melalui reforma agraria dan pajak progresif," pungkasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri Silahkan Polisi Masuk Kampus


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler