Simplifikasi Tarif Cukai Ancaman Bagi Sektor IHT, INDEF: Waspadai Naiknya Rokok Ilegal

Rabu, 22 Juli 2020 – 21:13 WIB
Tempat rokok ilegal. Foto : Humas Bea Cukai

jpnn.com, JAKARTA - Terbitnya Perpres Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang di dalamnya terdapat penyederhanaan layer tarif cukai dinilai menimbulkan keresahan bagi pengusaha rokok.

Kebijakan ini dinilai bisa berdampak pada tutupnya pabrik rokok, khususnya pabrikan kecil dan menengah dan penyerapan komoditas tembakau dan cengkeh menjadi terancam.

BACA JUGA: GAPPRI Berharap Presiden Jokowi Tidak Jalankan Simplifikasi Cukai

Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati melihat saat ini pemerintah tidak memiliki posisi jelas untuk menentukan masa depan sektor IHT.

“Pada satu titik, perlu ada kejelasan aturan, industri ini mau diapakan. Apakah akan dilarang total, atau bagaimana. Tidak bisa latah mengikuti kebijakan negara lain karena sektor ini unik," kata Enny.

BACA JUGA: Bank Dunia Dukung Indonesia Jalankan Simplifikasi Cukai Rokok

Selama pandemi, sambung dia, sumbangan IHT adalah satu-satunya yang masih stabil, sehingga harus ada roadmap aturan yang jelas dan mampu mengakomodasi semua sektor dari hulu-hilirnya.

"Seperti komoditas tanamannya, petaninya mau dikemanakan, pabrikan, buruh, sampai perdagangannya harus dipikirkan akan seperti apa ke depan. Sebelum pandemi, cukai rokok itu, kan, posisi ketiga tertinggi setelah PPH dan PPN. Kalau sudah ada kejelasan, saya yakin regulasi IHT tidak akan terus menerus gaduh dan tarik ulur. Kuncinya punya roadmap, tidak bisa asal ikutin negara lain karena sudah pasti akan salah langkah,” tutur Enny.

BACA JUGA: WHO: Simplifikasi Tarif Cukai Rokok Harus Segera Dijalankan

Terkait penyederhanaan layer dan penggabungan volume produksi SKM dan SPM, Enny menekankan produk tembakau di Indonesia ini unik karena adanya komoditas kretek yang menjadi ciri khas produk Indonesia.

“Nah, yang menarik adalah rencana penggabungan SKM dan SPM ini. Karena masing-masing generiknya saja sudah berbeda, yang satu kretek, yang lainnya rokok putih, kalau klasifikasinya sudah beda, bagaimana mau disamakan,” serunya.

Adanya aturan yang seakan terburu-buru dipandang Enny semakin menimbulkan ketidakpastian dan mengancam IHT.

“Jika semakin eksesif dan dipaksakan, kelompok usaha yang di struktur dua akan kolaps karena kalah bersaing, dan yang harus diwaspadai kalau produk dari golongannya hilang di pasaran, justru rokok ilegal bisa makin naik. Sudah enggak optimal pendapatannya, enggak mencapai target juga di sisi kesehatan,” tutup Enny.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler