jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Badan Pengurus Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengomentari terobosan yang dilakukan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa terkait syarat penerimaan prajurit TNI.
Dia mengacungi jempol langkah mantan KSAD itu menghapus syarat larangan keturunan PKI menjadi prajurit TNI.
BACA JUGA: Panglima TNI Hapus Syarat Larangan Keturunan PKI Jadi Prajurit
Tigor menilai terobosan yang diambil Jenderal Andika mengikis diskriminasi dalam penerimaan prajurit TNI.
"Kebijakan Panglima TNI ini patut diberikan acungan jempol dan mendapat apresiasi tinggi," ujar Tigor dalam keterangannya, Kamis (31/3).
BACA JUGA: Danjen Kopassus: Kami Menunggu Petunjuk Panglima TNI
Menurut dia, peristiwa 1965 sudah terjadi lebih dari 50 tahun berlalu.
Mereka yang merupakan keturunan PKI dan simpatisannya, saat ini merupakan generasi ketiga (cucu) dan keempat (cicit).
BACA JUGA: Panglima TNI Bolehkan Keturunan PKI Daftar TNI, Dave Singgung Penyesuaian Litsus
Oleh karena itu, kata Tigor, adalah tindakan yang irasional dan di luar perikemanusiaan apabila mereka diperlakukan tidak setara sebagai warga negara.
"Sudah saatnya bangsa ini berdamai dengan sejarah masa lalu."
"Setiap warga negara apa pun latar belakang sosialnya, sepanjang tidak terlibat perbuatan melanggar hukum, berhak menyumbangkan tenaganya menjadi bagian pertahanan Indonesia," ucap Tigor.
Setara Institute berharap keputusan Panglima TNI tersebut dapat menjadi terobosan baru bagi bangsa Indonesia dalam melakukan refleksi dan rekonsiliasi terhadap peristiwa 1965.
Setara Institute juga meminta perhatian dari Panglima TNI terhadap keluhan dari kelompok penghayat yang ingin menyumbangkan tenaganya untuk menjadi prajurit TNI.
Dalam catatan Setara Institute, mereka yang merupakan keturunan kelompok penghayat mengalami diskriminasi ketika hendak melakukan pendaftaran melalui formulir online atau daring.
Sebab, dalam formulir tidak tersedia kolom agama dan keyakinan untuk penghayat, sehingga ketika mereka bersikeras ingin menjadi prajurit TNI, harus memilih agama dan keyakinan lain.
Padahal, di institusi pemerintah lain dan dan juga kepolisian, hambatan semacam itu tidak ditemukan.
Ketiadaan kolom untuk kelompok penghayat dalam formulir daring untuk menjadi prajurit TNI, kata Tigor, bertentangan dengan UUD Adminduk No. 24 Tahun 2013 dan Keputusan Mahkamah Konstitusi November 2017.
Keputusan tersebut menyatakan warga negara berhak untuk mengisi kolom agama dan KTP sesuai dengan kepercayaan masing-masing.
"Hendaknya Panglima TNI mengambil langkah perbaikan agar kelompok penghayat memiliki peluang dan kesempatan yang sama sebagai warga negara untuk menjadi prajurit TNi," katanya.
Andika Perkasa membuat tiga terobosan dalam Rapat Koordinasi Penerimaan Prajurit TNI Tahun 2022.
Yakni, penghapusan tes renang, peniadaan tes akademik, serta penghapusan larangan keturunan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai calon prajurit TNI.(Antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang