jpnn.com - SEMARANG – Tata kelola guru harus dibenahi seiring dengan otonomi daerah guna meningkatkan kualitas pendidikan secara optimal.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Prof Unifah Rosyidi mengatakan hal tersebut pada Puncak Peringatan HUT Ke-78 PGRI dan Hari Guru Nasional (HGN) Tingkat Jawa Tengah 2023, di Semarang, Sabtu (10/12).
BACA JUGA: Bocoran untuk Honorer K2 terkait Pengumuman Hasil Seleksi PPPK 2023
"Terkait pengelolaan guru, semua mengetahui bahwa pembagian kewenangan provinsi dan kabupaten/kota belum lancar," kata Prof Unifah Rosyidi.
Prof Unifah menilai, desentralisasi pendidikan seiring dengan era otonomi daerah perlu dibenahi, misalnya terkait kewenangan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota di bidang pendidikan.
BACA JUGA: Guru Honorer Deg-degan Menunggu Hasil Seleksi PPPK 2023, P1 hingga P3 Terakomodasi
"Bagi PGRI seharusnya semua kewenangan, mulai provinsi, kabupaten/kota, dan pusat, memiliki tanggung jawab yang tidak dipotong. Misalnya, kabupaten/kota hanya boleh SD dan SMP," kata Unifah.
Padahal, kata Unifah, Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat juga ada di wilayah kabupaten/kota, sementara kewenangan pengelolaannya berada di bawah naungan pemerintah provinsi.
BACA JUGA: Sebegini Jumlah Instansi yang Telah Mengumumkan Hasil Seleksi PPPK 2023, Minim!
"Harusnya setiap daerah mempunyai kewenangan mengelola semua. Bagaimana membaginya, mungkin pada status PNS-nya, tetapi kalau peningkatan mutu harus menjadi kewenangan semua," katanya.
Belum lagi menyangkut persoalan kesejahteraan, seperti tunjangan profesi yang di wilayah dan tingkatan tertentu sudah dibayar, sementara yang lain belum dibayarkan.
"Kami ingin agar tata kelola guru diperbaiki dengan prinsip keterbukaan, efektivitas, efisiensi, dan prinsip memanfaatkan potensi sebesar-besarnya bagi semua," kata Unifah.
Namun, diakuinya, perbaikan tata kelola tidak begitu mudah dilakukan karena menyangkut perundang-undangan yang sudah sedemikian rigid membagi kewenangan masing-masing.
"Saya melihat, misalnya (sekolah) agama di Kementerian Agama, perguruan tinggi di pusat. Ini yang harus dievaluasi. Bagi kami, semua komponen pemerintah harus bertanggung jawab pada pendidikan," katanya.
Kebijakan soal PPPK Diterjemahkan Berbeda-Beda
Ketua PGRI Jawa Tengah Dr Muhdi mengakui bahwa pengelolaan guru seiring dengan sistem otonomi daerah memang belum terlaksana dengan baik antardaerah satu dengan lainnya.
"Bagaimana antara daerah satu dengan lainnya, hubungan daerah dengan pusat. Contoh kebijakan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) diterjemahkan kabupaten/kota dengan berbeda-beda," katanya.
Bagaimana mungkin, kata dia, kebijakan nasional diimplementasikan daerah secara berbeda-beda bisa berjalan optimal, padahal pemerintah daerah (pemda) merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah pusat. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu