jpnn.com - Senyum bahagia sekaligus tangis haru ditunjukkan siswi SMA St. Laurensia, Tangerang, Jocelyn Livia Kusuma (16). dan rombongan tim Indonesia untuk kegiatan International Conference of Young Scientists (ICYS), saat menginjakkan kaki kembali ke tanah air di Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta) pada Kamis sore (24/4). Rombongan Jocelyn dan tujuh siswa berprestasi lainnya baru saja datang dari Beogard, Serbia untuk mengikuti kegiatan lomba karya ilmiah yang diselenggarakan pada 17-23 April lalu.
Natalia Laurens, Jakarta
BACA JUGA: Hancur Kita Lae, Rp 2 Miliar Lebih Hangus Begitu Saja
Bukan tanpa sebab, remaja bertubuh kurus tinggi itu menangis. Ini karena ia kembali ke Indonesia dengan membawa medali emas dan mengharumkan nama bangsa dalam lomba karya ilmiah melawan 14 negara lainnya.
Jocelyn menang berkat karya ilmiah penelitiannya berjudul 'Concentration Effect of Papaya (Carica papaya) Stem Extract to Inhibit the Growth of Phytophthora infestans dalam kategori Life Science. Saat datang, Jocelyn langsung memeluk ayahnya, Beni Kusuma sambil menangis.
BACA JUGA: Dato Sri Tahir, Orang Terkaya ke-12 di Indonesia yang Jadi Filantropi
"Enggak nyangka juga bisa menang. Aku senang, itu semua berkat Tuhan. Aku juga bisa kembali bersama teman-teman ke Indonesia setelah membawa nama Indonesia," ujar Jocelyn saat berbincang-bincang dengan JPNN di Bandara Soetta.
Ia masih memakai kemeja seragam tim berwarna merah tua saat turun dari pesawat. Medali emas dari lomba peneliti muda itupun melingkari leher Jocelyn bersama tumpukan kalungan bunga penyambutan untuknya dan rombongan.
BACA JUGA: Blusukan di Pulau Tanpa Penduduk Jelang Piala Dunia
Di sela-sela perbincangan ini, Jocelyn pun bertutur tentang riset yang dilakukan untuk lomba ini. Alasannya sederhana. Semua berawal dari kentang. Makanan kesukaannya. Jocelyn melihat buah kentang mentah yang disukainya sering menjadi rusak dan ciut karena terserang jamur. Dari situlah, ia memikirkan ide untuk membasmi jamur itu. Caranya dengan membuat ekstrak dari batang pepaya.
"Riset saya mengenai antifungi (jamur). Saya memanfaatkan batang pepaya, lalu saya jadikan ekstrak untuk menghalangi pertumbuhan jamur di kentang," papar Jocelyn.
Menurut Jocelyn, jamur pada kentang berbahaya karena menyerap nutrisi pada buah tersebut. Akibatnya, kebanyakan kentang produksi Indonesia yang dijual berbentuk lebih kecil dan tidak sehat. Sementara batang pepaya, kata dia, mempunyai komponen yang berfungsi membasmi mikroorganisme. Salah satunya jamur. Oleh karena itu, ia bereksperimen membuat sabun dari ekstrak pepaya untuk menyelamatkan kentang.
Jocelyn meyakini penduduk di wilayah perkotaan yang mengkonsumsi kentang akan membutuhkan ekstrak karyanya itu. "Kadang-kadang kentang itu terserang oleh jamur. Di permukaannya ada warna putih. Itu jamur. Jadi dari ekstrak itu saya membuat sabun, digunakan untuk mencuci kentang. Untuk mencegah pertumbuhan jamur di kentang," ungkapnya.
Kini, kata Jocelyn, ia tidak menyia-nyiakan kesempatan jika melihat ada batang pepaya yang ditebang karena dianggap tidak berkualitas lagi.
Itu digunakannya untuk mengolah ekstrak sabun pembasmi jamur. "Dari pada batang pepaya hanya jadi sampah lebih baik menjadi inovasi baru," sambungnya.
Mempersiapkan karya ilmiah ini, Jocelyn sudah menghabiskan waktu selama setahun sejak duduk di bangku kelas X. Gadis berambut panjang ini mengaku mengalami hambatan karena sulit membagi waktu mempersiapkan lomba dan menghadapi ulangan serta tugas harian. Beruntung, kata dia, guru sekolah dan pembina dari Surya University yang membimbingnya terus memberikan dukungan dan semangat.
Teman-teman sekolah dan orang tua kata dia, juga sangat mendukung langkahnya, sehingga hambatan pun tak terasa. Masalah waktu bermain yang kurang, tak menjadi soal untuk Jocelyn. Ia mengaku memang sudah mempersiapkan segala sesuatu dengan matang dan tidak ingin menggunakan waktu untuk lebih banyak bermain.
"Guru-guru mendukung, teman-teman juga. Bantuin aku juga, kalau kerja di laboratorium. Kadang-kadang aku mikir, aku egois gitu ngajak-ngajak teman ke lab. Tetapi syukurlah teman-teman mau membantu dan pembina dari Surya University juga sangat membantu," kata Jocelyn.
Melawan peserta 14 negara, diakui Jocelyn sempat membuatnya deg-degan. Apalagi, ia berada di urutan ke delapan untuk presentasi. Saingan terberatnya berasal dari negara Belanda. Tapi, kali ini Jocelyn membuktikan bahwa karya terbaiknya dapat mengalahkan peserta dari Belanda. Termasuk poster karya ilmiahnya yang juga mendapat penghargaan poster terbaik.
"Awalnya sih enggak nyangka. Orang Indonesia kan fasilitasnya bisa dibilang kalah sama luar negeri gitu. Jadi sempat kayak hopeless, pas lihat peserta dari negara lain. Enggak nyangka juga bisa menang. Tahun ini negara Belanda kalah sama Indonesia. Belanda dapat medali, tapi bukan di bidang ekologi, tapi bidang lain," lanjutnya.
Remaja kelahiran 25 Juli 1997 ini memiliki mimpi yang indah setelah memenangi lomba internasional tersebut. Ia ingin memperbaiki kualitas kentang produksi Indonesia, agar tidak perlu lagi mengimpor dari luar negeri. Setelah kemenangannya, putri tunggal dari pasangan Beni Kusuma dan Ria Lestari ini juga memiliki cita-cita yang sejalan dengan prestasinya.
"Saya ingin jadi ahli nutrisi. Semoga bisa tercapai. Saya juga ingin mendapat beasiswa. Kebetulan saya ditawari beasiswa dari pihak Serbia. Saya pikir-pikir dulu, karena kebetulan saya anak tunggal, jadi saya enggak mungkin ninggalin orangtua saya," ujar Jocelyn sambil tersenyum.
Bukan hanya Jocelyn yang bahagia saat itu. Sang ayah, Beni Kusuma yang menjemputnya di bandara juga tak dapat menyembunyikan senyum bahagianya. Usai memeluk putri kesayangannya, Beni sibuk memotret Jocelyn dan merekam setiap gerak-geriknya. Beni mengaku sangat bangga pada Jocelyn.
"Sungguh mengharukan dan luar biasa. Kami melihat potensi anak kami ini bahkan sudah melebihi harapan kami. Kami sebagai orangtua menghantar anak ini menjadi yang terbaik untuk bangsa ini," kata Beni pada JPNN.
Beni menyatakan ini menjadi bukti bahwa anak Indonesia sudah mampu bersaing dengan anak-anak dari negara lain dalam hal penelitian.
"Dapat medali emas ini bukti bahwa Indonesia punya tim yang berpotensi dan pandai," tandas Beni sambil memeluk putrinya dengan bangga. (***)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Bergerak, Tak Melihat, dan Tak Dibantu
Redaktur : Tim Redaksi