jpnn.com - Saya harus ke Amerika lagi. Dalam waktu dekat.
Tapi kemarin saya menangis. Dalam hati. Menangis sungguhan.
BACA JUGA: Halangan Dupersemar untuk Tan Hock Eng
Uang rupiah yang saya siapkan menjadi tidak begitu berarti. Di mata dolar.
Saat itulah saya sadar: sebagian uang saya hilang begitu saja. Padahal uang itu ada di bank. Masih ada.
BACA JUGA: Kaligrafi TKW
Tapi nilainya begitu merosot. Saya merasa telah kecopetan. Atau kena rampok.
Uang senilai Rp 20 miliar itu tinggal Rp 19 miliar nilainya. Kehilangan Rp 1 miliar. Hanya dalam waktu tiga bulan.
BACA JUGA: Pendongeng Michio Kaku dari Ciheras
Betapa banyak orang yang tiba-tiba kecopetan seperti itu. Satu miliar itu banyak. Bagi saya.
Itu uang hasil keringat. Banting tulang. Enak banget yang mencopetnya.
Kalau Anda punya tabungan Rp 10 miliar berarti Anda kecopetan Rp 500 juta. Kalau simpanan Anda Rp 1 miliar Anda kecopetan Rp 50 juta. Agar tidak merasa kecopetan baiknya Anda tidak ke luar negeri dulu.
Anda tetap kecopetan tapi tidak terasa. Tidak terasa tapi tetap kecopetan.
Memang saya tergolong orang bodoh. Sudah tahu rupiah bakal kalah. Rupiah bakal merosot. Sudah tahu kinerja ekspor kita loyo. Sudah tahu yang dipikir orang di atas sana lebih banyak hanya politik. Kok saya tidak menyimpan uang dalam dolar.
Diam-diam saya harus memuji para pengusaha. Yang menyimpan uangnya dalam mata uang asing.
Dulu saya akan mengecam mereka sebagai tidak nasionalis. Tidak cinta NKRI. Tidak cinta Pancasilais.
Sekarang saya merasakan sendiri kecopetan begitu banyak. Itu menyakitkan.
Maka yang akhirnya betul adalah: mulut tetap berteriak cinta NKRI dan cinta Pancasila tapi simpanannya dalam dolar.(***)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Boyke untuk Dampak Maâerot
Redaktur : Tim Redaksi