jpnn.com - Narasi pertama yang memperkenalkan Sriwijaya sebagai sebuah kerajaan lahir pada 1918. Persis satu abad lalu. Dan hanya sebuah teori.
Wenri Wanhar – Jawa Pos National Network
SATU HARI pada bulan Desember 1892. J.K. van der Meulen, pegawai pemerintahan kolonial membawa laporan ke Bataviaasch Genootschap—lembaga tempat berhimpunnya para ilmuwan kolonial.
Yakni, sebuah peninggalan arkeologi di Pulau Bangka, sisi timur Sumatera. Berupa batu bersurat setinggi 177 cm. Lebar bagian dasar 32 cm. Lebar puncaknya 19 cm.
Demi menerima laporan itu, Bataviaasch Genootschap memberangkatkan Johan Hendrik Caspar Kern, ahli epigrafi yang menangani bidang arkeologi di lembaga tersebut.
H. Kern—demikian namanya tertulis dalam sejumlah arsip kolonial--masyhur sebagai ahli bahasa Sanskerta. Keilmuwannya di bidang filologi India, Melayu dan Polinesia dipuja-puji. Para sarjana Barat menjulukinya mahaguru.
Dia meneliti batu mirip lingga yang terpancang di dataran berawa, menghadap langsung ke Selat Bangka itu secara cermat sejak 1902.
Dan pada 1913 Kern menulis naskah berjudul De Inscriptie van Kota Kapur. Termuat dalam majalah terkenal yang diterbitkan KITLV, Bijdragen Koninklijk Instituut, nomor 67.
Dalam BKI--begitu majalah ilmiah bergengsi itu kerap disebut--Kern menerangkan bahwa 10 baris tulisan yang terpahat di Prasasti Kota Kapur menggunakan aksara Pallawa, berbahasa Melayu Kuno. Dibuat pada 608 Saka atau 686 tarekh Masehi.
Menurut bacaan dan tafsirnya, prasasti di tepi Sungai Mendu itu dimaklumatkan oleh seorang raja yang bernama Wijaya, yang menguasi Pulau Bangka pada abad 7.
Ada empat kata “sri wijaya” dalam prasasti itu. Sri Wijaya, menurut Kern, berdasarkan apa yang tertulis di prasasti, adalah nama seorang raja. Sri sebutan untuk raja. Dan Wijaya nama orangnya. Sri Wijaya, dibaca Kern, Raja Wijaya.
Perlu diketahui, hingga saat itu belum pernah ada, baik narasi tertulis pun pitutur lisan yang menyebut-nyebut hal ikhwal Kerajaan Sriwijaya.
H. Kern, ilmuwan pertama yang meneliti Prasasti Kota Kapur memang tak pernah menyebut Sriwijaya adalah nama kerajaan.
Tapi, bacalah seluruh kajian sejarah Kerajaan Sriwijaya. Para ilmuwan yang menekuni bidang ini bersuara bulat bahwa Prasasti Kota Kapur merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang pertama kali ditemukan. Jauh sebelum Prasasti Kedukan Bukit, Prasasti Talang Tuo, Prasasti Palas Pasemah dan lain sebagainya.
Kern lahir di Purworejo, Jawa, 6 April 1833 dari rahim perempuan bernama Maria Conradina von Schindler. Ayahnya Johan Hendrik Kern, seorang mayor KNIL.
Sebelum meninggal di Utrech, Belanda, 4 Juli 1917, Kern sempat menjadi professor di Benares dan Leiden sepanjang 1865-1903.
BACA JUGA: Kedatuan, Bukan Kerajaan Sriwijaya! (1)
***
GEORGE COEDES terpukau. Dia kembali membaca De Inscriptie van Kota Kapur. Entah untuk yang kesekian kali.
Naskah Profesor Kern, yang dimuat majalah ilmiah bergengsi terbitan KITLV; Bijdragen Koninklijk Instituut, nomor 67 sungguh menarik minatnya.
Hati Coedes berdetak. Lebih dari Kern, bagi dia, Sriwijaya bukan sekadar nama raja.
Tapi sebuah kerajaan. Kata kedatuan dalam prasasti yang menurut Kern berarti beberapa Datuk, ditafsirkannya kerajaan.
Kemudian, dengan keberanian dan tentu saja kecerdasannya menggunakan hasil penyelidikan sarjana-sarjana lain, ilmuwan kelahiran Paris, 10 Agustus 1886, yang banyak menghabiskan hari-hari di perpustakaan itu menulis artikel berjudul Le royaume de Crivijaya.
Dimuat halaman 1 hingga 36 dalam Bulletin de I’Ecole Francaise d’Extreeme Orient, tome XVIII, nomor 6, tahun 1918, naskah berbahasa Perancis yang artinya Kerajaan Sriwijaya itu sontak mencuri perhatian dunia–setidaknya para ilmuwan sejarah.
Seumpama sungai. Di naskah itulah narasi sejarah Kerajaan Sriwijaya berhulu. Tuahnya terus mengalir. Ditimba tak habis-habis. –bersambung (wow/jpnn)
BACA JUGA: Kampung Laut, Kampung Para Pelaut di Jambi
BACA JUGA: Melawat Ke Barat, Buku Petualangan Legendaris
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketika Bung Karno Menceritakan Ratu Pantai Selatan
Redaktur & Reporter : Wenri