Dia menerangkan, kedelai merupakan satu-satunya komoditas di Jatim yang belum mencapai surplus. Di Jatim, produksi kedelai rata-rata mencapai sekitar 350 ribu ton per tahun. Produksi tersebut menyumbang sekitar 43 persen dari total produksi nasional yakni 700-800 ribu ton per tahun.
"Jika dikalkulasi di lingkup Jatim, defisit dengan konsumsi hanya mencapai 70 ribu ton per tahun. Tapi masalahnya, konsumsi Jatim juga tak siginifikan pada total konsumsi kedelai yang mencapai 2,5 juta ton," jelasnya.
Wibowo menerangkan, salah satu faktor yang mempersulit tentu mekanisme tanam kedelai. Karakteristik tanah yang cocok untuk tanam kedelai adalah kering.
Sedangkan, musim hujan dan kemarau tidak terlalu tegas dalam beberapa tahun terakhir. "Untungnya tahun ini musim kemarau lebih tegas tanpa terganggu hujan. Kami menjadi optimistis produksi akan melebihi angka 2011 yakni 367 ribu ton," ungkapnya.
Menurutnya, upaya yang perlu dilakukan adalah mengembangkan sistem dalam tanam kedelai. "Menanam kedelai memang sulit karena butuh sinar matahari yang banyak dan tanah yang kering," ujarnya. Maka itu, pengembangan varietas kedelai yang lebih fleksibel terhadap cuaca dibutuhkan.
Selain itu, lanjutnya, upaya mendorong pihak petani untuk menanam kedelai juga diperlukan. Wibowo mengaku, pihak pemerintah juga tak punya hak untuk mengatur petani perihal cocok tanam.
"Itu sudah tercantum dalam undang-undang," tambahnya. Namun, realisasi pada wacana penetapan harga pembelian pemerintah diharapkan bisa mendongkrak jumlah lahan tanam kedelai. (bil)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Utang Swasta Menggunung
Redaktur : Tim Redaksi