Kejagung Takut Bocorkan Isi Rekening Dhana

Pastikan Penahanan Tidak Terburu-buru

Minggu, 04 Maret 2012 – 05:16 WIB
Dhana Widyatmika. Foto: Arundono/JPNN

JAKARTA - Meski sudah ditetapkan menjadi tersangka dan telah ditahan, tidak membuat Kejaksaan Agung mau buka mulut mengenai uang yang dikorupsi Dhana Widyatmika. Alasannya, UU Perbankan melarang diungkapnya berapa besaran isi rekening. Ancamannya, Kejagung bisa dipidanakan kalau tetap nekat mempublish isi kantong bekas pegawai Ditjen Pajak itu.

Itulah kenapa, kemarin Jaksa Agung Basrief Arief benar-benar tutup mulut ketika ditanya isi rekening Dhana. Dia membiarkan publik bermain dengan pikirannya sendiri mengenai rekening Dhana. Pada waktunya nanti, dia mengatakan bakal diungkap semua itu. "Kalau diungkap, kami bisa dipidanakan," ujarnya di Grand Futsal Kuningan, Jakarta.

Namun, dia mengakui kalau isi rekening itu menjadi salah satu pintu masuk bagi Kejagung untuk mengungkap rekening gendut Dhana. Disebutkan, pihaknya mulai curiga ketika dia sering melakukan penarikan dana dari tabungannya. Karena besaran transaksi tidak sesuai dengan profilnya sebagai PNS, Kejagung makin curiga.

Terkait alibi yang menyebut banyaknya pundi-pundi uang Dhana berasal dari warisan juga tidak dirisaukan Kejagung. Bagi Basrief, kalau memang uang itu berasal dari warisan bakal makin mudah untuk ditelusuri. Begitu juga dengan kabar yang mengatakan kalau rupiah mengalir dari berbagai bisnisnya selama ini.

Agar prosesnya lebih cepat, rencananya pada Senin besok Kejaksaan bakal memeriksa atasan Dhana. Hal itu dilakukan untuk mengetahui apakah atasan Dhana ikut terlibat dalam tindak pidana korupsi itu. "Arahnya (atasan Dhana, red) masih pemeriksaan. Senin akan kami lakukan, tapi sudah ditelusuri," ungkapnya.

Disinggung apakah Kejaksaan tidak terburu-buru dalam menahan Dhana, Kejagung menampik. Menurutnya, apa yang dilakukan Kejaksaan sudah tepat karena penetapan tersangka sudah dilakukan sejak 17 Februari. Seiring berjalannya waktu, penyidik telah mengumpulkan data dan bahan keterangan lainnya. "Jadi, tidak terburu-buru," jelasnya.

Agar persepsi tidak berkembang secara liar, dia memastikan kalau semuanya telah berjalan sebagaimana mestinya. Termasuk para penyidik untuk memegang tiga prinsip dasar dalam pemeriksaan. Yakni, tidak mengusut kasus karena kebencian atau dendam, titipan dan mendzalimi orang. "Kasus yang diusut harus sesuai bukti," jelasnya.

Di tempat yang sama, Kapuspenkum Kejagung M Adi Toegarisman mengatakan kalau penyidikan bakal terus dilakukan. Jika sudah menemukan arah yang tepat, bukan tidak mungkin kalau Dhana bakal dimiskinkan seperti Gayus Tambunan.

Eks pegawai Ditjen Pajak, Dhana Widyatmika, kini mendekam di Rutan Kejagung. Dhana bakal dimiskinkan seperti Gayus Tambunan jika terbukti melakukan dugaan kasus korupsi pajak. "Ya, nanti. Tapi, lihat proses penyidikannya dulu," tuturnya.

Di bagian lain, kasus korupsi pajak lebih banyak disebabkan upaya perusahaan untuk menghindari pajak alias tax avoidance daripada penggelapan pajak. Sebab, dalam penggelapan pajak pelaku akan mudah ketahuan. Lagi pula, sistem perbankan membuat transaksi pajak bisa dengan mudah dicek. "Kalau penggelapan pajak rasanya konyol karena mudah ketahuan," kata peneliti Indonesian Economic Intelligence Sunarsip dalam diskusi di Jakarta kemarin (3/3).

Nah, dalam proses tax avoidance itulah biasanya pemeriksa pajak seperti Gayus Tambunan"atau sekarang yang disangka kejahatan serupa Dhana Widyatmika melancarkan aksinya. Para oknum itu lantas mendapatkan imbalan dari upaya mengakali nilai pajak kurang dari jumlah yang seharusnya dibayarkan.

Sunarsip menambahkan, sebelum mengurus pajak, pengusaha biasanya menghitung sendiri pajaknya. Dasarnya dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tapi, angka yang diperoleh biasanya berbeda dengan hitungan Ditjen Pajak. Nah, dari sinilah lantas muncul sengketa untuk diselesaikan di pengadilan pajak. Untuk memenangkan sengketa, perusahaan wajib pajak biasanya mengambil jalan pintas. Caranya dengan bermain mata dengan oknum aparat pajak. "Itulah modus mafia pajak selama ini," katanya.

Sedangkan penggelapan pajak, kata Sunarip, sangat berbeda. Wajib pajak sengaja menutupi pendapatan atau asetnya untuk menghindari pembayaran pajak. Dia mengklaim bahwa reformasi pajak yang sudah digeber sejak 2004 belum bisa dikatakan gagal. "Yang penting saat ini adalah mengidentifikasi titik-titik rawan ini," katanya.

Wasekjen Transparansi Internasional Indonesia (TII) Luky Djani menganggap sebaliknya. Menurut dia, banyaknya kasus pajak akhir-akhir ini menunjukkan kegagalan birokrasi. "Upaya reformasi birokrasi selama bertahun-tahun sejak 2008 dalam membenahi Ditjen Pajak, Bea dan Cukai di Kementerian Keuangan mengalami kemuduran," tegasnya.

Reformasi birokrasi, kata Luky, justru jauh dari tujuan utamanya. Pemberian remunerasi sebagai reward dan kode etik sebagai punishment nyatanya gagal membendung penyimpangan dan korupsi terhadap para pegawai. Gejalanya bahkan para PNS lebih mementingkan remunerasi yang notabene merupakan insentif daripada penegakkan kode etik dan peningkatan kinerja. "Kasus DW (Dhana Widyatmina) dan Gayus itu hanya bagian kecil saja. Masih banyak kasus serupa di bawah," katanya. (dim/aga)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kejagung Rahasiakan Uang Dhana Agar Tak Dipidana


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler