JAKARTA- Lambannya proses eksekusi terhadap 71 terpidana mati kasus narkotika tak bisa dijadikan tolok ukur bahwa kejaksaan tak serius memberantas kejahatan narkotika. Sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sebelum akhirnya dieksekusi, kejaksaan tetap harus memberikan hak-hak para terpidana seperti mengajukan berbagai upaya hukum. Upaya hukum ini sendiri menurut Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Mahfud Manan, waktunya cukup lama.
"Jangan samakan dengan penyidikan. Begitu selesai pemberkasan langsung diajukan ke penuntut umum," kata Mahfud, saat dihubungi wartawan, Rabu (6/2).
Dengan fakta seperti itu, Mahfud meminta pihak-pihak yang mengerti proses hukum agar tak mengeluarkan pernyataan yang menyesatkan publik. Ditegaskannya, kejaksaan tetap komit memberantas jenis kejahatan yang banyak mengorbankan generasi muda tersebut "Jadi tak etis, kalau ada komentar yang seolah tak mengerti proses hukum seperti itu," tegas Mahfud.
Saat berada di Pekanbaru, Selasa (5/3), Deputi Pemberdayaan Masyarakat Badan Narkotika Nasional (BNN) V Sambudiyono menuding kejaksaan belum serius memerangi narkotika. Ini ditandai dengan terus tertundanya eksekusi mati terhadap 71 terpidana, dimana 51 orang diantaranya adalah warga negara asing. Data BNN, eksekusi terakhir terhadap para penjahat jenis ini berlangsung di Medan pada tahun 2003 lalu.
Hal ini sangat disayangkan sebab meski sudah dipenjara dalam Lembaga Pemasyarakatan, mereka ternyata masih bisa mengedarkan narkotika lewat jaringan yang ada di luar penjara. BNN bahkan menemukan kasus para pengedar narkotika kelas kakap tersebut kerap dijadikan "ATM" oleh para oknum. Sambudiyono menuding kelambanan kejaksaan untuk melakukan eksekusi mati tak sejalan dengan program pemerintah yang tertuang dalam Instruksi Presiden No 39 Tahun 1999.
Kelambananan ini bisa diartikan juga, langkah BNN untuk menimbulkan kesadaran masyarakat agar ikut memerangi kejahatan narkotika tak efektif karena tak diikuti penegakan hukum yang tegas dari penegak hukumnya sendiri. "Kenapa eksekusi mati teroris bisa cepat sedang kasus narkotika lama," tanya Sambudiyono. (pra/jpnn)
"Jangan samakan dengan penyidikan. Begitu selesai pemberkasan langsung diajukan ke penuntut umum," kata Mahfud, saat dihubungi wartawan, Rabu (6/2).
Dengan fakta seperti itu, Mahfud meminta pihak-pihak yang mengerti proses hukum agar tak mengeluarkan pernyataan yang menyesatkan publik. Ditegaskannya, kejaksaan tetap komit memberantas jenis kejahatan yang banyak mengorbankan generasi muda tersebut "Jadi tak etis, kalau ada komentar yang seolah tak mengerti proses hukum seperti itu," tegas Mahfud.
Saat berada di Pekanbaru, Selasa (5/3), Deputi Pemberdayaan Masyarakat Badan Narkotika Nasional (BNN) V Sambudiyono menuding kejaksaan belum serius memerangi narkotika. Ini ditandai dengan terus tertundanya eksekusi mati terhadap 71 terpidana, dimana 51 orang diantaranya adalah warga negara asing. Data BNN, eksekusi terakhir terhadap para penjahat jenis ini berlangsung di Medan pada tahun 2003 lalu.
Hal ini sangat disayangkan sebab meski sudah dipenjara dalam Lembaga Pemasyarakatan, mereka ternyata masih bisa mengedarkan narkotika lewat jaringan yang ada di luar penjara. BNN bahkan menemukan kasus para pengedar narkotika kelas kakap tersebut kerap dijadikan "ATM" oleh para oknum. Sambudiyono menuding kelambanan kejaksaan untuk melakukan eksekusi mati tak sejalan dengan program pemerintah yang tertuang dalam Instruksi Presiden No 39 Tahun 1999.
Kelambananan ini bisa diartikan juga, langkah BNN untuk menimbulkan kesadaran masyarakat agar ikut memerangi kejahatan narkotika tak efektif karena tak diikuti penegakan hukum yang tegas dari penegak hukumnya sendiri. "Kenapa eksekusi mati teroris bisa cepat sedang kasus narkotika lama," tanya Sambudiyono. (pra/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Istri Nazaruddin Diperiksa untuk Tersangka Anas
Redaktur : Tim Redaksi