jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan mengatakan, pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) bukan by design.
Trimedya menegaskan, Densus Tipikor juga tidak ingin melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dia menjelaskan, awalnya Komisi III DPR melihat kapasitas Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk membawa Korps Bhayangkara menjadi lebih baik lagi.
BACA JUGA: Komisi III Dorong Polri Bentuk Densus Tipikor
Kemudian, kata dia, Tito menceritakan memang Polri memiliki direktorat kriminal khusus, tapi belum fokus dalam penanganan korupsi.
Komisi III DPR kemudian meminta kepada Tito supaya bagaimana ada lembaga khusus untuk menangani kasus korupsi.
“Dari diskusi-diskusi itu yang menemukan istilah Densus Tipikor itu adalah Bapak Tito sendiri,” katanya.
Mungkin, kata Trimedya, Tito punya pengalaman menjadi kepala Densus 88 Antiteror Mabes Polri sehingga muncullah menamakan Densus Tipikor.
“Kami sepakat dengan istilah itu dan masuklah dalam kesimpulan rapat (dengan Kapolri),” ujarnya.
Komisi III DPR kemudian meminta Tito untuk lebih memerinci lagi penjabaran soal ide pembentukan Densus Tipikor.
Misalnya penjabarannya dan berapa anggaran yang diperlukan “Jadi, itu ide dasarnya. Tidak ada by design dan tidak ada upaya ingin bersaing dalam konteks negatif dengan KPK,” paparnya.
Menurut Trimedya lagi, dalam rapat gabungan kemarin (16/10), semua pimpinan KPK juga setuju dengan pembentukan Densus Tipikor.
“Tidak ada yang keberatan bahkan saya baca pernyataan Bapak Laode (Komisioner KPK Laode M Syarif) yang bilang korupsi harus dikeroyok,” tegasnya.
Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan, pembentukan Densus Tipikor sampai saat ini sudah berjalan 70 persen. Masih ada langkah-langkah yang harus dimantapkan.
Dia menjelaskan, landasan hukum pembentukan Densus Tipikor itu adalah Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian.
“Sama seperti pembentukan Densus Teroris, tidak ada yang ilegal ini Densus Tipikor ini,” tegasnya.
Pengamat hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, Polri merupakan penanggung jawab keamanan dalam negeri.
Fickar menjelaskan, sebelum berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) polisi sebagai penegak hukum itu bertugas membantu kejaksaan.
Fickar menuturkan, jika ukurannya Densus Tipikor untuk bersaing dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maka sudah sepantasnya di kejaksaanlah yang dibentuk Densus.
Karena di kejaksaan sudah lengkap, ada fungsi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.
“Jadi sebenarnya Kejaksaan seharusnya bisa kalau mau bersaing dengan KPK, kalau KPK ukurannya,” kata Fickar dalam kesempatan itu.
Di sisi lain, ujar dia, lembaga yang terdepan pemberantas korupsi dalam proses peradilan adalah kejaksaan sebagai penutup. Yang lain sebagai supporting sebenarnya. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy