jpnn.com - BATAM - Kejaksaan Negeri Kota Batam, Kepulauan Riau, menetapkan dua orang sebagai tersangka korupsi pengelolaan anggaran pada RSUD Embung Fatimah tahun anggaran 2026.
Kejari juga menahan kedua tersangka di Rutan Batam demi kepentingan penyidikan.
BACA JUGA: KMS Desak Kejagung Periksa Wawan Suami Airin dalam Kasus Dugaan Korupsi Sport Center Serang Banten
Kepala Kejari Kota Batam I Ketut Kasna Dedi mengatakan kedua tersangka ialah D dan M.
Adapun tersangka D selaku Bendahara Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) periode Januari-April 2016 dan Pembantu Bendahara BLUD periode Mei-Desember 2016.
BACA JUGA: Ahli Ungkap BPKP Tak Bisa Tentukan Nilai Kerugian Negara di Kasus Korupsi Timah
Tersangka M selaku Kepala Bagian Keuangan RSUD dan Pejabat Penatausahaan Keuangan.
"Bahwa penetapan tersangka tersebut dilakukan berdasarkan alat bukti yang diperoleh dari hasil penyidikan," kata Kasna di Batam, Jumat (22/11).
BACA JUGA: Janji Kaesang kepada Rakyat Papua Barat Daya: ARUS Jaga Amanah dan Tidak Korupsi
Untuk kepentingan penyidikan, jaksa menahan kedua tersangka di Rutan Batam dengan pertimbangan subjektif penyidikan dikhawatirkan para tersangka akan melarikan diri, merusak barang bukti atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi perbuatannya.
"Penahanan dilakukan selama 20 hari ke depan terhitung sejak 22 November 2024 di Rutan Batam," ujar Kasna.
Dia menjelaskan peran para tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi ini. Tersangka D selaku Bendahara BLUD pada periode Januari-April 2016 dan Pembantu Bendahara BLUD periode Mei-Desember 2016 diduga mencatat belanja BLUD lebih tinggi dari realisasi sebenarnya atau mark up senilai Rp 75,455 juta.
D juga melakukan pencatatan ganda bukti pertanggungjawaban belanja obat dan BHP senilai Rp 33,273 juta dan tidak dapat dipertanggungjawabkan penggunaan uangnya.
Tersangka D juga berperan mencatat belanja fiktif senilai Rp 171,89 juta dan tidak dapat dipertanggungjawabkan uangnya.
"Juga mencatat belanja tanpa didukung SPJ senilai Rp 65,3 juta, ujarnya.
Sementara, tersangka M selaku Kepala Bagian Keuangan RSUD dan Pejabat Penatausahaan Keuangan diduga telah meloloskan verifikasi pertanggungjawaban Bendahara BLUD tahun anggaran 2016, meskipun mengetahui terdapat transaksi belanja BLUD yang tidak didukung SPJ.
"Atas perbuatan para tersangka mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp 840,7 juta berdasarkan hasil audit BPK pada tanggal 8 November 2024," katanya.
Setelah penetapan tersangka, kata dia, penyidik selanjutnya masih mendalami dan melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi lainnya untuk menentukan apakah terdapat peran serta pihak lain yang turut terlibat dalam tindak pidana korupsi terkait pengelolaan anggaran RSUD Embung Fatimah tahun anggaran 2016. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi