BANGKOK - Kekerasan pada wartawan masih menjadi salah satu topik utama yang diangkat para panelis dalam pertemuan 65th World Newspaper Congress di Bangkok, Thailand, 2-5 Juni 2013.
Menurut penelitian WAN-IFRA, 14 wartawan tewas di Somalia pada tahun 2012 adalah wartawan yang memang menjadi target pembunuhan. Di Ethiopia, wartawan yang menyuarakan kebenaran juga harus merasakan penjara, karena disebut terkait terorisme.
Javier Garza, Direktur Editorial di El Siglo de Torreon Meksiko, menyoroti isu impunitas terhadap keselamatan wartawan saat menjalankan tugas jurnalistik mereka.
"Sembilan dari sepuluh kasus kekerasan media tidak pernah dituntut. Luar biasanya, hampir 90 persen dari serangan kekerasan terhadap pers berasal dari kejahatan terorganisasi," kata Garza, Minggu (2/6).
Banyaknya kekerasan pada wartawan, membuat semangat kebebasan pers dipertanyakan. Apakah berhenti menjadi sebuah slogan atau memang menjadi idealisme setiap negara yang ingin terbuka pada pers? Isu-isu kritis inilah yang diyakini bila tidak ditangani dengan baik, akan menghadang kebebasan berekspresi di seluruh dunia.
Media Advisor Kavi Chongkittavorn, mengatakan bahwa indek kebebasan pers internasional menunjukkan setidaknya ada 26 negara di Asia Tenggara, yang tidak memiliki konsep yang jelas tentang kebebasan pers.
Kebebasan pers di Asia Tenggara (SEA) juga disebut belum merata. Di wilayah dengan begitu banyak sistem politik yang berbeda, negara-negara di SEA memiliki banyak Undang-Undang yang mengatur tentang pers. "Namun hasilnya tidak menunjukan hal yang signifikan terhadap kebebasan pers sesungguhnya," kata Chongkittavorn.
Sementara Gayathry Venkiteswaren, Direktur Eksekutif Pers Aliansi, mengatakan bahwa setiap negara memiliki politik, budaya dan sosial masyarakat yang berbeda-beda. Akibatnya isu yang diangkat media pun akan berbeda pula, menyesuaikan kebutuhan.
"Ketika wartawan bertugas, mereka dihadapkan pula pada perbedaan ini. Banyak penafsiran berbeda, tentang apa itu hukum penyiaran, UU pers cetak atau permasalahan koran," ujar Venkiteswaren.
Karena UU yang tidak jelas inilah, kebebasan pers atau wartawan, sering kali gagal dilindungi. "Sehingga banyak muncul tuduhan hukum yang menjerat wartawan dari hasil kerjanya," tambahnya.(afz/jpnn)
Menurut penelitian WAN-IFRA, 14 wartawan tewas di Somalia pada tahun 2012 adalah wartawan yang memang menjadi target pembunuhan. Di Ethiopia, wartawan yang menyuarakan kebenaran juga harus merasakan penjara, karena disebut terkait terorisme.
Javier Garza, Direktur Editorial di El Siglo de Torreon Meksiko, menyoroti isu impunitas terhadap keselamatan wartawan saat menjalankan tugas jurnalistik mereka.
"Sembilan dari sepuluh kasus kekerasan media tidak pernah dituntut. Luar biasanya, hampir 90 persen dari serangan kekerasan terhadap pers berasal dari kejahatan terorganisasi," kata Garza, Minggu (2/6).
Banyaknya kekerasan pada wartawan, membuat semangat kebebasan pers dipertanyakan. Apakah berhenti menjadi sebuah slogan atau memang menjadi idealisme setiap negara yang ingin terbuka pada pers? Isu-isu kritis inilah yang diyakini bila tidak ditangani dengan baik, akan menghadang kebebasan berekspresi di seluruh dunia.
Media Advisor Kavi Chongkittavorn, mengatakan bahwa indek kebebasan pers internasional menunjukkan setidaknya ada 26 negara di Asia Tenggara, yang tidak memiliki konsep yang jelas tentang kebebasan pers.
Kebebasan pers di Asia Tenggara (SEA) juga disebut belum merata. Di wilayah dengan begitu banyak sistem politik yang berbeda, negara-negara di SEA memiliki banyak Undang-Undang yang mengatur tentang pers. "Namun hasilnya tidak menunjukan hal yang signifikan terhadap kebebasan pers sesungguhnya," kata Chongkittavorn.
Sementara Gayathry Venkiteswaren, Direktur Eksekutif Pers Aliansi, mengatakan bahwa setiap negara memiliki politik, budaya dan sosial masyarakat yang berbeda-beda. Akibatnya isu yang diangkat media pun akan berbeda pula, menyesuaikan kebutuhan.
"Ketika wartawan bertugas, mereka dihadapkan pula pada perbedaan ini. Banyak penafsiran berbeda, tentang apa itu hukum penyiaran, UU pers cetak atau permasalahan koran," ujar Venkiteswaren.
Karena UU yang tidak jelas inilah, kebebasan pers atau wartawan, sering kali gagal dilindungi. "Sehingga banyak muncul tuduhan hukum yang menjerat wartawan dari hasil kerjanya," tambahnya.(afz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Syria Pesan 10 Jet Tempur ke Rusia
Redaktur : Tim Redaksi