SURABAYA - Ironis. Kasus kekerasan seksual yang dialami siswa di Jatim meningkat drastis setahun ini. Hingga Desember, kekerasan seksual meningkat menjadi 409 kasus. Padahal, tahun sebelumnya hanya 147 kasus. Itu berarti naik hampir 200 persen.
Kekerasan seksual yang dialami siswa di sekolah tersebut direkam Hotline Pendidikan (Hotpen) Jatim. Lebih memprihatinkan lagi, banyak kasus kekerasan seksual itu yang terjadi di Surabaya.
''Ini tidak berarti kasus tertinggi berada di Surabaya. Sebab, jangkauan ke beberapa daerah terbatas. Mungkin Gresik, Bojonegoro, Sidoarjo, dan Mojokerto juga meningkat,'' ungkap Isa Ansori, ketua Hotline Pendidikan Jatim, kemarin (23/12).
Berdasar catatan Hotpen Jatim, ada beberapa kasus kekerasan seksual terhadap anak. Yakni, pelecehan seksual yang dilakukan orang dekat dan kekerasan dalam berpacaran yang berujung pada kehamilan di luar nikah.
Isa mengatakan, fenomena tersebut menunjukkan anak-anak rentan menjadi korban kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Dengan demikian, harus ada upaya pencegahan yang tersistem. ''Tidak bisa hanya pendampingan dari satu sektor. Misalnya, sektor pendidikan saja. Namun, butuh kerja sama dengan lintas sektor," ujarnya.
Kerja sama lintas sektor tersebut, lanjut Isa, bisa dengan dinas pendidikan, dinas kesehatan, dinas sosial, bahkan kepolisian. Sebab, kasus tersebut seperti fenomena gunung es yang terus bermunculan.
Solusinya, permasalahan itu harus dihadapi bersama dengan pendekatan sistem penyelenggaraan perlindungan anak yang komprehensif, bukan pendekatan per kasus.
Isa menuturkan, kebijakan pendidikan saat ini sudah saatnya berubah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Yaitu, lebih mengedepankan kepentingan terbaik anak serta tumbuh kembang anak. "Lembaga pendidikan hendaknya lebih memperhatikan kepentingan dalam belajar daripada persoalan administratif pembelajaran," ujarnya.
Selain itu, lanjut Isa, saat ini terjadi perubahan perilaku anak. Yaitu, akses media oleh anak-anak lebih banyak jika dibandingkan dengan orang tua. Karena itu, dibutuhkan kebijakan radikal. Maksudnya, ada keterbukaan anak dengan guru. Anak diberi kebebasan untuk menyampaikan unek-unek kepada guru dan orang tua. "Dengan memberikan ruang partisipasi, anak bisa lebih mengerti dan melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya," jelasnya.
Isa menambahkan, kasus kekerasan pada anak di Jawa Timur tidak hanya berupa kekerasan seksual. Dalam setahun, pihaknya bersama Telepon Sahabat Anak 129 dan Yayasan Embun Surabaya (YES) telah mendata beberapa kasus yang berkaitan dengan anak.
Ada 825 kasus yang terdata, yaitu pengaduan melalui SMS, telepon, dan catatan dari media massa. Sebanyak 80 persen kasus tersebut adalah kekerasan seksual, sisanya anak-anak bermasalah dengan hukum (ABH). (ayu/end)
BACA JUGA: Dihajar Kereta Api, Ibu dan Anak Diduga Bunuh Diri
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gadis ABG Digilir Tukang Sate, Pedagang Ayam, dan Pemilik Kos
Redaktur : Tim Redaksi