Kekerasan Terhadap Pemuka Agama Tamparan Bagi Pemerintah

Minggu, 11 Februari 2018 – 15:17 WIB
Pengamanan di sekitar gereja jelang perayaan Paskah. Foto: JPG

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Setara Institute Hendardi menilai, fenomena yang terjadi akhir-akhir ini merupakan 'tamparan' keras bagi pemerintah dan tokoh agama.

Pasalnya, baru-baru ini telah diselenggarakan Musyawarah Besar Pemuka Agama untuk Kerukunan Bangsa di Jakarta, 8-10 Februari kemarin.

BACA JUGA: MUI Sesalkan Aksi Penyerangan di Gereja St.Lidwina

Tapi peristiwa persekusi terhadap pemuka agama justru tetap terulang.

Paling baru sebagaimana diberitakan salah satu media online, seorang ustaz diserang sekelompok orang diduga anak punk di Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat.

BACA JUGA: Buya Syafii Prihatin dengan Serangan Gereja St Lidwina

Serangan juga terjadi terhadap peribadatan umat Katolik di Gereja St Ludwina, Desa Trihanggo, Gamping, Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (11/2).

Menyebabkan Romo Prier dan beberapa petugas gereja mengalami luka berat akibat sabetan senjata tajam.

BACA JUGA: Mengamuk di Gereja St Lidwina, Pria Lukai Jemaat dan Polisi

Kemudian, persekusi menimpa Biksu Mulyanto Nurhalim dan pengikutnya di Desa Caringin, Legok, Tangerang, Banten pada 7 Februari lalu dan baru viral di media sosial pada 9-10 Februari.

Sebelumnya, dua serangan brutal terhadap tokoh agama juga terjadi. Yaitu, terhadap ulama, tokoh NU dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayah Cicalengka Bandung, Kiai Umar Basri, terjadi pada 27 Januari lalu.

Sementara serangan brutal juga dialami ulama dan pimpinan Pusat Persis, HR Prawoto, diduga dianiaya orang tak dikenal pada Kamis (1/2) hingga nyawanya tak dapat diselamatkan dan meninggal dunia.

"Setara Institute mengutuk seluruh kebiadaban yang sarat dengan sentimen keagamaan tersebut," ujar Hendardi di Jakarta, Minggu (11/2).

Setara Institute, kata Hendardi kemudian, juga mengingatkan ulang kepada pemerintah, pemuka agama, dan elite ormas-ormas keagamaan, bahwa potret riil kerukunan terletak di tingkat akar rumput.

"Kerukunan antarumat beragama tidak cukup hanya dibangun secara simbolik-elitis dalam acara pertemuan antaragama. Potret kerukunan yang riil dapat dilihat dalam relasi antarumat di level bawah, bukan di atas meja dengan menggelar rapat dan ruang-ruang seremonial antarpemuka agama," pungkas Hendardi.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Paus Datang, Gereja Diserang


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler