Kekerasan terhadap Warga Rohingya, Pemerintah Myanmar Digugat Muslim Gambia

Rabu, 27 Mei 2020 – 15:57 WIB
Warga Rohingya di Myanmar. Foto: Picture Alliance/DPA/M Alam

jpnn.com, MYANMAR - Kekerasan yang dialami Muslim Rohingya di Myanmar  disebut sejumlah pihak sebagai upaya genosida.

Komunitas Muslim dari luar negeri pun intervensi dalam kasus tersebut. Yang terakhir adalah langkah Muslim Gambia menggugat Myanmar di Pengadilan Internasional (ICJ) di Den Haag, November tahun lalu. Dampaknya Myanmar harus menyerahkan laporan berkala pada ICJ.

BACA JUGA: Muslim Rohingya Bagian dari ASEAN, Tetapi Tak Ada yang Mau Bantu Mereka

Sebelum mengeluarkan putusan akhir, ICJ meminta Myanmar melaporkan setiap bukti kekerasan dan tindakan pencegahannya.

Laporan pertama telah diserahkan Myanmar pada ICJ, Minggu 24 Mei 2020. Myanmar wajib memperbarui laporannya setiap enam bulan sekali.

BACA JUGA: Terjebak di Laut, Ratusan Pengungsi Rohingya Kurus Kering, Belasan Meninggal di Kapal

Namun, pemerintahan Myanmar enggan menjelaskan detail laporan tersebut. Menteri Luar Negeri menolak memberikan konfirmasi pada Reuters. ICJ juga belum memberikan konfirmasi terkait ini.

Selama dua bulan terakhir, Myanmar telah mengeluarkan perintah yang melarang personel pemerintahan untuk melakukan genosida atau menghancurkan bukti kekerasan, dan serta untuk menghentikan ujaran kebencian.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Pendatang Ditolak Masuk DKI, Peringatan Dini BMKG, Nasib Habib Bahar

Sebelumnya, kekerasan yang dialami oleh Muslim Rohingya telah berlansung lama, menyebabkan banyak korban meninggal dan sedikitnya 730 ribu warganya terusir.

Kekerasan terhadap etnis Rohingya menjadi perhatian dunia internasional. Bahkan Indonesia juga sempat terlibat dalam mediasi konflik Rohingya dengan pemerintah Myanmar.

ICJ adalah pengadilan yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Pengadilan ini menyelesaikan sengketa antar negra, setya memberikan poini terkait isu internasional yang dimandatkan oleh PBB. Putusannya menjadi sumber dari hukum internasional. (reuters/ngopibareng/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler