”Dokter paru, kita tidak ada karena dulu meninggal. Dan ternyata ketika kita mencari penggantinya juga tidak mudah. Ada dokter yang datang kesini mereka lihat dulu (survey) bagaimana disini (di RSUD). Dan ternyata dia tidak cocok dengan lingkungannya, ya akhirnya pulang lagi,” ungkap ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Tasikmalaya Dokter Ali Firdaus, saat ditemui di tempat kerjanya, Rabu (20/3).
Keterbatasan tenaga medis untuk dokter spesialis itu juga kata dia, berkaitan dengan adanya aturan bahwa seorang dokter tidak boleh praktek lebih dari 3 tempat. Sementara di Kota Tasikmalaya ada 8 rumah sakit. Hampir semua dokter spesialis tidak hanya melayani pasien di RSUD, namun juga di rumah sakit umum swasta lain. Saat ini kata dia menteri kesehatan telah mengeluarkan surat melalui Dinas Kesehatan provinsi Jawa Barat. Yang memperbolehkan dokter spesialis praktek lebih di 3 tempat. ”Kekurangan itu (kekurangan dokter) ditutupi oleh surat dari Dinas Kesehatan. Jadi ada surat penugas dari Dinas Kesehatan Jawa Barat,” tuturnya.
Hal itu menurutnya menjadi pekerjaan rumah baik bagi pihak rumah sakit maupun pemerintah daerah. Agar bersama-sama mengupayakan penambahan dokter spesialis agar pelayanan bisa berjalan dengan lancar. Karena dengan jumlah yang sedikit, beban kerja para dokter ini menjadi semakin berat. Dalam sehari kata dia, bisa ada sampai 20 kali operasi yang dilakukan.
Sementara itu Bagian Pelayanan RSUD Kota Tasikmalaya, Dokter Budi Tirmadi menambahkan, jumlah pasien terus menerus bertambah, sementara SDM di RSUD masih sangat terbatas. Hal ini lah yang masih jadi kendala dalam pelayanan. Karena, tenaga yang terbatas, tidak memungkinkan untuk melayani semua pasien yang terus berdatangan tiap waktu. ”Masyarakat dimotivasi untuk mendapatkan perawatan, itu bagus. Dengan adanya Jamkesmas, atau Jamkesda. Tapi SDM dan fasilitas di rumah sakitnya kurang, (atau) tidak ada. Malah jadi tidak bisa tercover semua,” jelasnya.
Sebagai contoh kata dia, untuk ibu melahirkan RSUD memiliki 59 bed. Sementara pasien yang datang lebih dari 60 orang. Maka pelayanan kepada pasien menjadi terkendala.
Seharusnya kata dia, ada pembagian beban kerja antara rumah sakit dengan puskesmas. Dimana Puskesmas merupakan bagian dari jaringan rumah sakit di kecamatan. Sehingga tidak semua pasien akan lari ke rumah sakit, jika penyakit yang mereka derita masih bisa ditangani puskesmas. Untuk itu memang memerlukan rasa percaya diri dari Puskesmas itu agar dapat meyakinkan masyarakat bahwa mereka juga mampu melayani. Sementara rumah sakit seharusnya menjadi rujukan terakhir ketika puskesmas tidak mampu melayani atau untuk pasien dengan penyakit berat.
Apalagi menurutnya saat ini sudah ada beberapa puskesmas yang bisa melakukan rawat inap. ”Puskesmas itu harusnya mampu meyakinkan masyarakat bahwa mereka mampu disana melayani. Jadi tidak semua ke rumah sakit selama mereka mampu menangani,” papar dia. (pee)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Warga Hadang Pembangunan PLTU
Redaktur : Tim Redaksi