MATARAM-Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kota Mataram sering menerjunkan penyuluhnya untuk membekali masyarakat pesisir mengolah berbagai produk perikanan. Sayangnya, hal tersebut belum menyentuh semua masyarakat yang ada di pesisir Pantai Ampenan.
Sahnah, salah satu warga Kampung Bugis, Kelurahan Bintaro mengatakan, ketika musim tidak bersahabat seperti saat ini, ia beralih menjadi buruh cuci. Pasalnya, tidak ada nelayan yang turun ke laut. Ia yang berprofesi sebagai buruh nelayan pun tidak memiliki kemampuan lain. ‘’Kalau ada aktivitas, paling membantu buat pindang,’’ ucapnya.
Ditanya soal pelatihan perikanan dari para penyuluh untuk mengolah berbagai produk hasil laut, ia mengaku tidak tahu menahu. ‘’Saya belum pernah dapat pelatihan,’’ akunya.
Kepala BP4K Kota Mataram Bondan Wisnujati yang ditanya kurang meratanya perhatian penyuluh perikanan ke masyarakat pesisir mengatakan, itu tidak bisa dilepaskan dari sumber daya manusia (SDM) penyuluh perikanan. ‘’Di BP4K jumlah penyuluh perikanan itu hanya tujuh orang, lima berstatus PNS, dua lainnya berstatus pegawai kontrak pusat,’’ katanya.
Jumlah tersebut, kata Bondan, tidak sebanding dengan jumlah nelayan yang ada di Kota Mataram yang mencapai 1.400 orang lebih. Belum lagi ditambah pengembangan budidaya ikan air tawar yang jumlahnya mencapai 43 kelompok. Tujuh penyuluh harus memberi perhatian untuk pengembangan ikan di laut maupun di darat. ‘’Sangat jauh. Belum ideal jumlah penyuluh perikanan kita,’’ katanya.
Idealnya, sambungnya, jumlah penyuluh perikanan di Kota Mataram ada 20 orang. Jumlah tersebut memungkinkan penyuluh tersebut bergerak cepat memantau enam kecamatan. Termasuk mengawal pengembangan produk olahan laut bagi warga pesisir. ‘’Padahal daerah kita ini potensial sekali. Jarang ada kota yang memiliki laut,’’ ucapnya.
Ditambahkan, jumlah penyuluh perikanan dengan pertanian sangat timpang. Jumlah penyuluh pertanian saat ini mencapai 53 orang, terdiri dari 31 PNS dan 22 non PNS. ‘’Kalau untuk penyuluh pertanian itu sudah sangat mencukupi,’’ pungkasnya.(feb)
Sahnah, salah satu warga Kampung Bugis, Kelurahan Bintaro mengatakan, ketika musim tidak bersahabat seperti saat ini, ia beralih menjadi buruh cuci. Pasalnya, tidak ada nelayan yang turun ke laut. Ia yang berprofesi sebagai buruh nelayan pun tidak memiliki kemampuan lain. ‘’Kalau ada aktivitas, paling membantu buat pindang,’’ ucapnya.
Ditanya soal pelatihan perikanan dari para penyuluh untuk mengolah berbagai produk hasil laut, ia mengaku tidak tahu menahu. ‘’Saya belum pernah dapat pelatihan,’’ akunya.
Kepala BP4K Kota Mataram Bondan Wisnujati yang ditanya kurang meratanya perhatian penyuluh perikanan ke masyarakat pesisir mengatakan, itu tidak bisa dilepaskan dari sumber daya manusia (SDM) penyuluh perikanan. ‘’Di BP4K jumlah penyuluh perikanan itu hanya tujuh orang, lima berstatus PNS, dua lainnya berstatus pegawai kontrak pusat,’’ katanya.
Jumlah tersebut, kata Bondan, tidak sebanding dengan jumlah nelayan yang ada di Kota Mataram yang mencapai 1.400 orang lebih. Belum lagi ditambah pengembangan budidaya ikan air tawar yang jumlahnya mencapai 43 kelompok. Tujuh penyuluh harus memberi perhatian untuk pengembangan ikan di laut maupun di darat. ‘’Sangat jauh. Belum ideal jumlah penyuluh perikanan kita,’’ katanya.
Idealnya, sambungnya, jumlah penyuluh perikanan di Kota Mataram ada 20 orang. Jumlah tersebut memungkinkan penyuluh tersebut bergerak cepat memantau enam kecamatan. Termasuk mengawal pengembangan produk olahan laut bagi warga pesisir. ‘’Padahal daerah kita ini potensial sekali. Jarang ada kota yang memiliki laut,’’ ucapnya.
Ditambahkan, jumlah penyuluh perikanan dengan pertanian sangat timpang. Jumlah penyuluh pertanian saat ini mencapai 53 orang, terdiri dari 31 PNS dan 22 non PNS. ‘’Kalau untuk penyuluh pertanian itu sudah sangat mencukupi,’’ pungkasnya.(feb)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 300 Ribu Warga Banyumas Masih Miskin
Redaktur : Tim Redaksi