Kelangkaan BBM Karena Penyelewengan

Kamis, 16 Juni 2011 – 06:01 WIB

JAKARTA - Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) marak terjadi di berbagai daerahAntrian panjang kendaraan bermotor pun menjadi pemandangan sehari-hari

BACA JUGA: Intiland Garap Kawasan Timur

Pertamina, sebagai penyalur BBM bersubsidi, menuding penyelewengan sebagai penyebabnya


Vice President (VP) Komunikasi PT Pertamina Mochamad Harun mengatakan, Pertamina sama sekali tidak mengurangi jumlah pasokan BBM di daerah

BACA JUGA: Kimia Farma Garap Proyek Ratusan Miliar

"Jadi, kelangkaan yang terjadi di beberapa daerah itu murni karena banyaknya BBM bersubsidi yang diselewengkan," ujarnya ketika dihubungi Jawa Pos tadi malam (14/6)


Menurut Harun, setiap tahun, pemerintah sudah mengalokasikan kuota BBM bersubsidi yang memadai untuk setiap daerah

BACA JUGA: Harga Elpiji Industri Naik 10 Persen

Kuota itu sudah disusun dengan mempertimbangkan peningkatan konsumsi BBM karena bertambahnya kendaraan bermotor"Jadi, kalau BBM bersubsidi itu hanya dikonsumsi oleh sektor transportasi, pasti tidak akan terjadi kelangkaan seperti saat ini," katanya

Harun menyebut, berdasar temuan Pertamina dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), penyelewengan BBM bersubsidi memang marak terjadi di daerah-daerah, terutama daerah yang di situ terdapat operasi industri"Khususnya industri pertambangan maupun kelapa sawit," sebutnya

Menurut Harun, di beberapa daerah, terutama di Kalimantan, banyak ditemukan penyelewengan BBM bersubsidi yang harusnya untuk sektor transportasi, tapi justru disalurkan ke kendaraan-kendaraan operasional milik industri tambang dan kelapa sawit

"Modusnya banyak, ada yang beli dengan jerigen, ada yang beli dengan mobil yang tankinya dimodifikasiBahkan, BPH Migas pernah menemukan ada mobil yang tangkinya dimodifikasi hingga kapasitasnya mencapai 300 literBBM-BBM bersubsidi itulah yang kemudian dijual ke sektor industri," paparnya

Harun mengatakan, tingginya harga minyak membuat harga BBM untuk sektor industri juga naik, hingga mendekati Rp 9.000 per literDengan harga BBM bersubsidi Premium atau Solar yang hanya Rp 4.500 per liter, maka disparitas harga antara BBM bersubsidi dan nonsubsidi mencapai dua kali lipat"Disparitas inilah yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum penyeleweng," ujarnya

Data Ditjen Migas Kementerian ESDM menunjukkan, hingga akhir Mei 2011, konsumsi Premium mencapai 66,06 ribu KL per hari atau 3,9 persen di atas kuota 63,54 ribu KL per hariAdapun konsumsi solar sebesar 37,75 ribu KL per hari, atau 5,3 persen di atas kuota 35,85 ribu KL"Bahkan, di Kalimantan, konsumsi BBM bersubsidi sudah 15 persen melampaui kuota," kata Harun

Kepala BPH Migas Tubagus Haryono menambahkan, berdasar temuan petugas BPH Migas di lapangan, penyelewengan BBM bersubsidi bahkan sudah dilakukan oleh sindikat"Kite menemukan indikasi, banyak sindikat yang menyalahgunakan BBM bersubsidi," ujarnya

Karena itu, lanjut Tubagus, pemerintah tidak begitu saja menambah kuota BBM di daerah-daerah yang mengalami kelangkaan"Kalau kami tambah, berapapun BBM yang disalurkan, pasti akan kurang karena memang disewelengkan ke industriNanti, malah oknum-oknum penyelewengan itu yang menangguk untung," katanya

Tubagus mengakui, kejadian penyelewengan itu memang tidak gampang dihentikanSebab, lanjut dia, sindikat penyeleweng BBM sering melakukan ancaman kepada petugas SPBU yang tidak bersedia mengisi BBM ke dalam jerigen atau tanki kendaraan yang sudah dimodifikasi"Karena itu, kami terus berupaya meningkatkan pengawasan di SPBU dengan menggandeng Kepolisian," katanya

Harun menambahkan, Pertamina bersama BPH Migas memang tidak memiliki kewenangan untuk menangkap para penyelewengKarena itu, Pertamina dan BPH Migas akan terus meningkatkan kerjasama dengan Kepolisian"Termasuk PemdaJika aparat Pemda sayang dengan rakyatnya, mari kita bersama-sama memerangi penyelewengan BBM bersubsidi, agar rakyat tidak dirugikan," tegasnya(owi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BPS Kekurangan 947 Tenaga KSK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler