ADA pertanyaan besar di benak Dahlan Iskan, darimana warga tahu bahwa lagu “Caping Gunung” yang berbahasa Jawa itu adalah salah satu favouritnya? Setting lagu itu terjadi 60-an tahun silam, di zaman perjuangan. Kisah laki-laki muda yang dulu dijaga, diberi makan sego jangung (nasi jagung, red), dan dipinjami caping gunung (topi kerucut dari anyaman bamboo, red) saat mendung tiba. Sekarang ada di mana dia?
Dari pintu masuk yang berjarak 100 meter, Dahlan sudah kagum dengan anak-anak muda yang kompak, sehat, dan nuansanya positif. Jauh dari kesan narkoba, jauh dari kenakalan. Mereka itu adalah Karang Taruna yang berbaju hijau dengan jogek khas, Iwak Peyek. Lalu dilanjut dengan show karate gadis-gadis remaja, dan bapak-bapak yang bermain campur sari dengan lagu “Caping Gunung” itu.
Lagu yang dibawa dengan sayup-sayup lembut itu rupanya membuat capek-capek Dahlan Iskan lenyap. Menteri yang hobi jalan pagi di Monas itu masih ingat liriknya. Mimik mulutnya kelihatan ikut bergerak, meskipun tanpa bersuara. “…Ndek jaman berjuang, jur kelingan anak lanang. Mbiyen tak openi, ning saiki ono ngendi…” begitu mimiknya mengikuti alur lirik lagu.
Meneg BUMN Dahlan Iskan memuji spirit warga dalam bergotong royong, bekerja bakti, menata lingkungan dengan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat. Warga pun memuji menteri yang sudi berpanas-panas menyapa warga di pemukiman padat dari gang ke gang.
Warga yang membawakan lagu itu juga dilakukan dengan penuh penjiwaan. “Saya salut, saya haru dan bangga dengan kekompakan warga masyarakat yang aktif dalam program Mandiri Kotaku Bersih Jakartaku ini. Hebat! Saya titip buat Pak RT, Pak RW dan seluruh aktivis warga, agar suasana kekeluargaan, kebersamaan, dan gotong royong ini terus dipertahankan. Selanjutnya, bagaimana agar suasana seperti ini bisa ditularkan kepada publik secara luas,” ungkap Dahlan.
Di atas kertas, menteri berkacamata yang masih rajin menulis itu sudah capek, setelah sepeda sehat di Jogjakarta pada Minggu pagi, dan diskusi dengan mahasiswa siang hari di Magelang. Begitu melihat semangat warga yang luar biasa, energi Dahlan pun seperti terpompa kembali. Bahkan, saat pindah ke lokasi kedua di Sunter Jaya pun, dia memilih menyetir sendiri mobil Jaguar-nya.
Melewati jalan-jalan sempit yang hanya pas dua mobil itu, Dahlan pun membuka jendela mobilnya. Yang semula orang tidak tahu kalau yang menyetir adalah Dahlan sendiri, akhirnya banyak yang berebut salaman di jalan padat itu. Anak-anak muda yang tergabung dalam Karang Taruna pun mengawal mobil Dahlan ke lokasi berikutnya.
Lagi-lagi filosofi Dahlan Iskan soal “penularan” itu ditegaskan kembali. Dulu orang tidak terlalu yakin, warga Jakarta bisa bergerak seperti di momen Mandiri Kotaku Bersih Jakartaku ini. Tidak banyak yang optimis. Tetapi, ketika diusahakan dengan keras, dicari solusinya, dipikirkan serius, akhirnya menemukan juga formatnya. “Nah, soal kerja bakti ini prinsipnya sama, harus ditularkan! Tidak bisa diajari, hanya bisa ditularkan oleh orang yang sudah rajin dan berkomitmen sosial tinggi kepada yang masih proses belajar,” kata dia.
Saat dijelaskan soal beraneka ragam Toga –tanaman obat rumah tangga-, kerajinan ibu-ibu, dan kreativitas warga, Dahlan lagi-lagi hanya bisa berdecak kagum. Dia juga sampaikan terima kasih dan apresiasi kepada empat direksi Bank Mandiri yang juga ikut berkeliling kompleks. Mereka itu, Budi G Sadikin, Direktur MRB, Ogi Prastomiyono, Direktur HC & Complance, Kresno Sediarsi Direktur IT & Operation, dan Mansyur S Nasution, EVP Coordinator Consumer Finance.
Saat Opening Ceremony Gerakan Mandiri Kotaku Bersih Jakartaku 2012 lalu di Lapangan Bermis, Kelapa Gading, 9 April lalu, Dahlan menyebut bahwa kegiatan ini mirip “gerakan rakyat.” Gerakan ini betul-betul bottom up, yang menggunakan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat. Inilah salah satu implementasi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). “Jangan berhenti, harus terus digelorakan dengan penuh semangat,” paparnya. (dk)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Revitalisasi Sejarah, Dimulai dari Anak-Anak Muda
Redaktur : Tim Redaksi