TENGGARONG - Rumor tak sedap di balik kunjungan kerja (kunker) rombongan pejabat Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah (BPMPD) Kukar ke Eropa pada November 2012, terus menggelinding. Permohonan konfirmasi dan klarifikasi elemen masyarakat yang tidak kunjung dijawab BPMPD, membuat masalah ini bakal bergulir ke ranah hukum.
Serunya lagi, masalah ini bukan dianggap sebagai sengketa informasi publik yang sejatinya diselesaikan melalui Komisi Informasi (KI). Tetapi yang dilihat pemohon adalah objek permasalahan, yaitu menyangkut perjalanan dinas dengan anggaran dinilai tidak wajar. Sehingga akan diadukan ke aparat penegak hukum.
"Kami yang membuat surat dan meminta klarifikasi ke BPMPD. Karena tidak dijawab, maka kami akan buat laporan resmi ke penegak hukum. Biar proses hukum yang membuat masalah ini terang benderang," kata Denny Ruslan, ketua Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Kukar.
Menurut dia, pihaknya meminta kejelasan masalah itu kepada BPMPD sebagai bentuk pengawasan kinerja pengelolaan keuangan daerah. "Menurut kami, pengawasan seperti ini wajar-wajar saja. Dan, ngapain takut kalau memang tidak masalah, karena pada intinya adalah transparansi," jelasnya.
Dikatakan, pelaksanaan kegiatan tersebut memang mencurigakan. Selain alokasi anggaran Rp 1,3 miliar dinilai terlalu besar, kegiatan tersebut mengikutsertakan dua orang dari Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kukar. Logikanya, anggaran Rp 1,3 miliar untuk 12 orang. Tetapi yang berangkat hanya 10 orang. Dua orang tidak berangkat, tapi tetap dibelikan tiket.
Di samping itu, agenda perjalanan dinas hanya ke Belanda, tapi belakangan diketahui bahwa mereka juga ke Swiss dan Perancis. "Saya tidak percaya kalau ada dana yang dikembalikan ke kas daerah," tandasnya.
Seperti diketahui, masalah ini terendus dari tembusan surat permintaan klarifikasi elemen masyarakat tertanggal 27 Februari 2013, yang tidak dijawab BPMPD. Ketika dikonfirmasi Kaltim Post pekan lalu, Kepala BPMPD Kukar M Indra melalui Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Masmun Jaya mengatakan, surat itu tidak sempat dibalas hanya karena pimpinan BPMPD sedang tidak di tempat. Bukan bermaksud mengabaikan. Ia pun membantah tuduhan penyimpangan dalam kegiatan ini.
Masmun menjelaskan, perjalanan dinas dilakukan atas undangan Kementerian Pertanian RI kerja sama Kamar Dagang dan Industri Belanda. "Itu salah persepsi saja. Orang mengira, Rp1,3 miliar itu cair dibagi rata 12 orang. Padahal, tidak begitu," kata Masmun.
Selain untuk transportasi dan akomodasi, juga ada beberapa item pembiayaan lain. Seperti biaya proses perizinan dari pihak berwenang di daerah hingga Kementerian Luar Negeri, biaya penyiapan materi yang dipresentasikan di Belanda, dan jasa Event Organizer (EO). Termasuk pembuatan paspor biru, karena paspor hijau tidak bisa digunakan. "Kami berangkat atas nama negara, karena tidak ada namanya negara Kutai Kartanegara. Jadi, ini bukan urusan kecil," ujarnya
Di Belanda, pihaknya promosi potensi lada putih produk Batuah, Loa Janan. Komoditas ini diunggulkan dengan potensi lahan sekitar 2.220 hektare dan sudah menghasilkan sekitar 1.339 hektare.
"Kita dapat investor di sana. Selain modal, investor ini juga menyiapkan teknologi dan sudah dilakukan penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding, Red.) di Den Haag. Nah, kami dari Amsterdam ke Den Haag tentu pakai biaya lagi," ujarnya.
Selain lada putih, BPMPD juga menawarkan kerja sama budidaya udang, produk udang beku, dan rumput laut. Soal tuduhan jalan-jalan, Masmun mengatakan, ini murni perjalanan dinas sebagai bagian dari wakil Indonesia pada pertemuan di Den Haag, Belanda. Diakui, kepala dinas yang tidak jadi berangkat dua orang karena sakit. Yakni, Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan (Kadisbunhut) Kukar Marli dan Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Kadisperindagkop) Azmidi.
Menurutnya, kedua kepala dinas tersebut sudah dibelikan tiket pesawat dan tiba-tiba batal berangkat, hingga tiketnya tidak bisa lagi diuangkan kembali. Semua peserta menggunakan tiket pesawat Cathay Pacific kelas ekonomi Jakarta-Amsterdam pergi-pulang. Ada uang saku dikembalikan ke kas daerah sekitar Rp350 juta. Sehingga dari anggaran Rp1,3 miliar, yang terpakai tidak sampai Rp1 miliar.
"Di sana itu dekat-dekatan semua. Belanda dengan Swiss mungkin jaraknya seperti Tenggarong dan Balikpapan saja. Jadi, kalau disebut jalan-jalan, ya apa salahnya kalau mereka sempat," jelasnya.(kri)
Serunya lagi, masalah ini bukan dianggap sebagai sengketa informasi publik yang sejatinya diselesaikan melalui Komisi Informasi (KI). Tetapi yang dilihat pemohon adalah objek permasalahan, yaitu menyangkut perjalanan dinas dengan anggaran dinilai tidak wajar. Sehingga akan diadukan ke aparat penegak hukum.
"Kami yang membuat surat dan meminta klarifikasi ke BPMPD. Karena tidak dijawab, maka kami akan buat laporan resmi ke penegak hukum. Biar proses hukum yang membuat masalah ini terang benderang," kata Denny Ruslan, ketua Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Kukar.
Menurut dia, pihaknya meminta kejelasan masalah itu kepada BPMPD sebagai bentuk pengawasan kinerja pengelolaan keuangan daerah. "Menurut kami, pengawasan seperti ini wajar-wajar saja. Dan, ngapain takut kalau memang tidak masalah, karena pada intinya adalah transparansi," jelasnya.
Dikatakan, pelaksanaan kegiatan tersebut memang mencurigakan. Selain alokasi anggaran Rp 1,3 miliar dinilai terlalu besar, kegiatan tersebut mengikutsertakan dua orang dari Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kukar. Logikanya, anggaran Rp 1,3 miliar untuk 12 orang. Tetapi yang berangkat hanya 10 orang. Dua orang tidak berangkat, tapi tetap dibelikan tiket.
Di samping itu, agenda perjalanan dinas hanya ke Belanda, tapi belakangan diketahui bahwa mereka juga ke Swiss dan Perancis. "Saya tidak percaya kalau ada dana yang dikembalikan ke kas daerah," tandasnya.
Seperti diketahui, masalah ini terendus dari tembusan surat permintaan klarifikasi elemen masyarakat tertanggal 27 Februari 2013, yang tidak dijawab BPMPD. Ketika dikonfirmasi Kaltim Post pekan lalu, Kepala BPMPD Kukar M Indra melalui Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Masmun Jaya mengatakan, surat itu tidak sempat dibalas hanya karena pimpinan BPMPD sedang tidak di tempat. Bukan bermaksud mengabaikan. Ia pun membantah tuduhan penyimpangan dalam kegiatan ini.
Masmun menjelaskan, perjalanan dinas dilakukan atas undangan Kementerian Pertanian RI kerja sama Kamar Dagang dan Industri Belanda. "Itu salah persepsi saja. Orang mengira, Rp1,3 miliar itu cair dibagi rata 12 orang. Padahal, tidak begitu," kata Masmun.
Selain untuk transportasi dan akomodasi, juga ada beberapa item pembiayaan lain. Seperti biaya proses perizinan dari pihak berwenang di daerah hingga Kementerian Luar Negeri, biaya penyiapan materi yang dipresentasikan di Belanda, dan jasa Event Organizer (EO). Termasuk pembuatan paspor biru, karena paspor hijau tidak bisa digunakan. "Kami berangkat atas nama negara, karena tidak ada namanya negara Kutai Kartanegara. Jadi, ini bukan urusan kecil," ujarnya
Di Belanda, pihaknya promosi potensi lada putih produk Batuah, Loa Janan. Komoditas ini diunggulkan dengan potensi lahan sekitar 2.220 hektare dan sudah menghasilkan sekitar 1.339 hektare.
"Kita dapat investor di sana. Selain modal, investor ini juga menyiapkan teknologi dan sudah dilakukan penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding, Red.) di Den Haag. Nah, kami dari Amsterdam ke Den Haag tentu pakai biaya lagi," ujarnya.
Selain lada putih, BPMPD juga menawarkan kerja sama budidaya udang, produk udang beku, dan rumput laut. Soal tuduhan jalan-jalan, Masmun mengatakan, ini murni perjalanan dinas sebagai bagian dari wakil Indonesia pada pertemuan di Den Haag, Belanda. Diakui, kepala dinas yang tidak jadi berangkat dua orang karena sakit. Yakni, Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan (Kadisbunhut) Kukar Marli dan Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Kadisperindagkop) Azmidi.
Menurutnya, kedua kepala dinas tersebut sudah dibelikan tiket pesawat dan tiba-tiba batal berangkat, hingga tiketnya tidak bisa lagi diuangkan kembali. Semua peserta menggunakan tiket pesawat Cathay Pacific kelas ekonomi Jakarta-Amsterdam pergi-pulang. Ada uang saku dikembalikan ke kas daerah sekitar Rp350 juta. Sehingga dari anggaran Rp1,3 miliar, yang terpakai tidak sampai Rp1 miliar.
"Di sana itu dekat-dekatan semua. Belanda dengan Swiss mungkin jaraknya seperti Tenggarong dan Balikpapan saja. Jadi, kalau disebut jalan-jalan, ya apa salahnya kalau mereka sempat," jelasnya.(kri)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 5.000 Hektar Sawah Petani Tak Berfungsi
Redaktur : Tim Redaksi